Minggu, Agustus 17, 2025

Rayni N. Massardi: “Awas Kucing Hilang Bukan Dongeng, Tapi Satire Hidup Kita”

Rayni N. Massardi kembali dengan karya terbarunya berjudul Awas Kucing Hilang (Lalat Cintaku). Buku fiksi ini memuat 14 cerita pendek yang sebagian besar diambil dari tulisan lamanya, lalu “dioprek” hingga 80 persen berubah. Hasilnya, cerita-cerita itu kembali segar dengan bahasa baru, tambahan detail, sekaligus nuansa berbeda.

“Aku tulis ketik ulang semua, sambil oprek, rapihkan, dan rasakan kembali tiap cerpen sesuai momen rasa hari itu. Berat juga, tapi semua kucicil. Aku bahkan lebih banyak nulis lewat HP, karena laptop nggak punya,” ujar Rayni sambil tertawa.

Menariknya, tokoh utama dalam buku ini adalah satwa. Namun, Rayni menegaskan, cerita-cerita ini bukan dongeng pengantar tidur. “Ini bukan dongeng untuk anak kecil, melainkan fabel, metafora, satire. Suka duka hewan sebenarnya cermin kehidupan kita manusia,” katanya.

Dari Kucing, Orangutan, hingga Satire Kehidupan

Inspirasi penulisan Awas Kucing Hilang berangkat dari pengalaman personal Rayni. Salah satunya saat kehilangan kucing kesayangan keluarganya. Peristiwa itu begitu membekas, hingga ia menuangkannya ke dalam cerita.

Cerpen terbaru berjudul Orangutan Bima bahkan lahir dari rasa empati Rayni terhadap kekerasan yang menimpa satwa langka. “Aku memaksa diri harus tambah satu cerpen. Christyan (ilustrator) kasih ide orangutan. Awalnya blank berbulan-bulan. Sampai teringat anak orangutan yang dibunuh. Itu trigger-nya, dan aku sampai nangis nulisnya,” ungkapnya.

Buku Indie, Ilustrasi Kolaboratif

Buku ini diterbitkan secara indie bersama Firaz Publisher. Rayni menyebut dirinya cukup puas dengan kerja sama tersebut, meski harus berjuang mengeluarkan modal.

 “Aku dapat 10 persen royalti per buku, dijual lewat Shopee dan langsung ke penerbit. Peluncuran resmi belum kulakukan, sementara fokus promosinya di medsos dan teman-teman,” jelasnya.

Untuk memperkaya cerita, Rayni menggandeng Christyan AS menghadirkan ilustrasi berupa drawing, digital art, dan AI. Menurutnya, ilustrasi itu penting agar cerita tidak “ngoceh sendiri”.

Menulis Sebagai Terapi

Rayni tidak menaruh ambisi besar terhadap dunia sastra. Menurutnya, menulis adalah bentuk ekspresi personal sekaligus terapi diri. Ia mulai aktif menulis lagi setelah kembali ke Indonesia, dan sejak 2021 produktivitasnya meningkat.

“Dari dulu aku nulis nggak berharap mengubah dunia. Awalnya cuma ekspresi spontan, protes, atau terapi untuk diriku sendiri. Kaget juga ternyata ada yang baca, bahkan dimuat di beberapa media,” katanya.

Meski begitu, ia tetap berkomitmen menjadikan tulisannya sesuatu yang jujur. Baginya, pembaca utama dari setiap karyanya adalah Noorca N. Massardi alias NCM,   suami dan orang terdekat yang selalu menjadi penilai pertama.

“Kalau NCM sudah baca dan acc, aku lega. Itu paling penting untukku,” ujar Rayni.

Pesan untuk Pembaca

Lewat Awas Kucing Hilang, Rayni ingin mengingatkan pembaca untuk selalu bersyukur dan menghargai hidup. “Pesannya ya jadi manusia jangan malu-maluin deh. Respek sama sesama, selalu berjuang, dan pegang hati terdalam: love,” tutupnya. XPOSEINDONESIA/NS Foto Rayni N. Massardi

Must Read

Related Articles