Eny Sulistyowati SPd, SE Mencipta sebuah ‘Bedhaya untuk World Dance Day 2016

- Advertisement -

Eny Sulistyowati, SPd, SE, pendiri event organizer Tri Ardhika Production menyebut masyarakat Indonesia, berada dalam persimpangan dua kultur. Di satu sisi memegang nilai tradisi dan di sisi lain harus menerima nilai modern, dari kultur asing yang mendunia.

“Masyarakat, terlebih kaum muda kini cenderung memilih seni budaya massa (pop), ketimbang budaya lokal, termasuk kesenian tradisi,” ungkapnya di acara “Bincang Budaya” dengan Wartawan yang tergabung dalam Forwan (Forum Wartawan Hiburan) Indonesia, di Anjungan DI Yogyakarta, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur, Senin (14/03/2016).
 
Euforia kultur global ini, tambah Eny, ditandai dengan membanjirnya berbagai produk telekomunikasi elektronik. “Termasuk pergeseran nilai serta berlangsungnya transformasi sosial budaya. Masyarakat ‘dimanjakan’ betul oleh berbagai fasilitas media dengan tontonan dan informasi menarik,” ujar seniman pengusaha, yang kini tengah menyiapkan sebuah pertunjukan tari kolosal dalam rangka World Dance Day 2016 yang akan berlangsung di Solo, Kamis-Jum’at (28-29/04/2016) mendatang.
 
Tradisi = kalah menarik dan konvensional

Eny menunjukan kegelisahan dan keprihatinannya tentang kesenian tradisi yang makin redup. Seharusnya kondisi ini, tak menyurutkan semangat untuk tetap menghidupkan kesenian tradisi. Salah satunya melalui pendekatan manajemen kelola pertunjukan profesional.

“Sudah seharusnya seni pertunjukan tradisionil dapat dikelola lebih profesional agar lebih menarik, estetis, memiliki cita rasa universal, dan tetap punya ketahanan nilai,” katanya bersemangat.
 
Menurut Eny, ada beberapa penyebab, anak-anak muda cenderung lebih menyukai seni (budaya) pop. Karena masyarakat saat ini, sangat dinamis, dan gampang bosan. Lebih menyukai hal-hal yang glamour, mudah dinikmati, dinamis, variatif, dan praktis. Termasuk dalam mencari hiburan dan rekreasi.
 
Sementara kesenian tradisi, seringkali kalah menarik dan terkesan konvensional. “Penggarapan teatrikalnya terasa monoton dan tidak berkembang. Tak heran jika hal ini berimplikasi pada menyusutnya jumlah penonton pada pementasan seni tradisi,” ujar Sarjana Pendidikan Seni (S1) alumni Jurusan Bahasa dan Seni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Surabaya ini.
 
Terkait dengan persiapan World Dance Day 2016 (Hari Tari Dunia), Eny telah menyiapkan sebuah karya kontemplatif, tari ‘Bedhaya.’ Tari ini, merupakan manifestasi kekuatan batin seorang seniman, ketika menemukan sebuah kedalaman makna yang ia sebut; ‘rasa yang tanpa rasa.’
 
“Dalam bidang seni tari, pencapaian tertinggi seorang seniman tari, adalah ketika ia sanggup (ngrepta) mencipta sebuah ‘Bedhaya.’ Inilah nanti yang akan saya persembahkan dalam event seni tari internasional, World Dance Day 2016. Sebuah pengembaran imaji saya selama ini melalui berbagai kontemplasi yang saya dapatkan dengan semangat memberi arti bagi jati diri bangsa,” ungkapnya.
 
World Dance Day 2016 (Hari Tari Dunia), akan dimeriahkan pula dengan berbagai pertunjukan seni, baik seni berbasis klasik tradisi, maupun seni kontemporer, serta menampilkan karya fenomenal spektakuler ‘Solo 24 Jam Menari Non-stop.’ Melibatkan para seniman dari berbagai daerah di Indonesia serta masyarakat dunia dari berbagai manca negara. Hari Tari Dunia ini diselenggarakan atas kerjasama Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan Pemerintahan Kota Surakarta, serta Tri Ardhika Production bertindak sebagai sponsor emas (Utama).
 
Eny sebelumnya, pernah terlibat dalam pementasan drama tradisional “Cupu Manik Astagina,” dan “Sumpah Abimanyu.”  Tahun 2013 sukses mementaskan opera sejarah bertajuk ”Ken Dedes Wanita di Balik Tahta” di Jakarta dan Surabaya. Lalu di tahun 2014 kembali sukses mementaskan Wayang Wong (WO) “Mahabandhana” (Kekuatan Tali-Tali Berbisa), di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Pertengahan bulan Februari lalu (Jum’at, 12/02/2016), Eny juga mendukung pementasan Wayang Orang (WO) Sriwedari, ”Soma Brata” yang digelar di Sasono Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. XPOSEINDONESIA Foto : Muller Mulyadi
 

- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -

Related news

- Advertisement -