Tak kalah menarik adalah lokasi pembuatan film di Potlot, beberapa barang yang ada dalam film, adalah aksesorui aslinya. Fajar Bustomi dan penulis scenario Cassandra Massardi berhasil mengarap cerita lumayan detil, dan itu dipuji oleh Bimbim dan Kaka,
“Filmnya jadi enak ditonton, dan lagu Slank masuknya juga pas, editingnya juga bagus, ngalir, dengan durasi pas, gak lebih 1,5 jam,“ pendapat Bimbim. Pemeran penting lainnya adalah Tora Sudiro, sutradara Hanung Baramantyo, The Changcuters, juga ada Desta dan Ingrid Widjanarko, orang-orang yang berperan bagus di jagad acting. Film ditutup dengan penampilan Kaka, Bimbim, Ivan, Abdee dan Ridho dalam suasana santai. Happy ending yang oke….
Menpora Roy Suryo sepakat menyebut, “Slank Nggak Ada Matinya” adalah sebuah film dengan unsur edukasi, “Pilih yang bagus, buang yang buruk, “ kata kelokter mobil kuno asal Yogya itu. Bersama Menteri BUMN Dahlan Iskan dan mantan Wagub Jabar Dede Yusuf, Menpora duduk di deret kursi VIP, ikut tertawa waktu adegan di layar harus dianggap lucu…..
Tatkala Bunda Iffet ditanya, mungkinkah akan ada film Slank berikutnya, manajer Slank itu menjawab, “Silahkan jika masih ada sisa cerita dari perjalanan hidup Slank.”. Dan banyak yang mengusulkan, era awal berdirinya – teruitama era keemasan Slank formasi ke 13 ; Bimbim, Kaka, Pay, Indra Q dan Bongky – sampai Konser Slank di Stadion Utama dengan bintang tamu – antara lain Menperdag Gita Wiryawan main piano, pantas difilmkan, sebagian di antaranya film dokumentasi. Karena, ….Slank ( memang ) Nggak Ada Matinya. ( Bens Leo untuk Xpose Indonesia)