“Pada awalnya ada beda pendapat dalam memahami pakem keroncong antara saya dan Mbak Tuti yang murni datag dari dunia keroncong. Itu yang bikin album Elegi Sang Bidadari kami garap panjang, dua tahun. “ ujar Sarwono. Kompromi itu datang juga, saat Intan Studio mendapat dukungan sound engineer Heru Purnomo alias Ipung, panata rekam yang tahu persis taste bermusik Sarwono, dan gaul dengan musik tradisional yang eksploratif, seperti Campursari, Keroncong Rock, Congdut dan sejenisnya.
Produktivitas Dimulai dari Keroncong……
Bobby Sarwono mengontak Ipung agar ‘turun gunung’ ke Jakarta, membantu Ayahnya yang punya masalah dengan teknologi audio dan rekaman lagu ‘keroncong yang tak sesuai pakem’. Setidaknya, Ipung menjadi penyelamat produksi perdana SK Pro, yakni album Elegi Sang Bidadari dari Tuti Maryati. Single ‘Elegi Sang Bidadari’ ciptaan Harry Yamba. Kecuali memperbaiki ‘sound recording’ yang belum benar, Ipung juga menjadi mediator pemahaman ‘sedikit beda’ tentang musik keroncong antara Sarwono dan isterinya, Tuti Maryati.
Penjelasan yang lebih mudah, diberikan pengamat musik Bens Leo, lagu keroncong ciptaan dan aransemen Sarwono yang kadang menyeberang ke musik klasik dan pop pada intro, tetap akan ketemu akar keroncongnya pada tengah lagu, karena masih dijumpai warna akustik gitar, violin suling bahkan permainan ukulele yang khas. Menurut Bens, musik Campursari eksplorasinya lebih ekstrem, gamelan bisa dicampur dengan gitar listrik, bunyi keyboards bahkan brass section atawa musik tiup, jika dibanding sedikit eksplorasi aranswemen keroncong versi Sarwono.. Musik Campursari malah bisa melintasi benua, sampai Singapura, Malaysia, Brunai, Jepang, Belanda dan Suriname, tempat warga keturunan Jawa bermukim. Siapa tahu album Elegi Sang Bidadari bisa melompat ke area yang sama?
Maka, pada akhirnya terjadilah simbiose mutualisme antara karya Sarwono dan pemikiran Keroncong Tuti Maryati. Album Elegi Sang Bidadari dirilis akhir tahun 2015, dengan distributor GNP. Tuti Maryati Dzakaria lahir di Makassar, 8 Oktober 1956 ini Adalah Juara Bintang Radio TV 1986 Kategori Keroncong dan pernah memrilis album Javanase Keroncong and Degung Sundanese melalui GNP Records, juga membuat rekaman Keroncong Emas Tuti Tri Sedya ( 1992 ), dan pernah membuat rekaman lagu pop pada tahun 2008. Tuti Maryati menjadi penyanyi ‘langganan menghibur tamu negara di Istana’ – sejak 1988 dan menjadi Duta Seni Indonesia di banyak negara sahabat, tampil sebagai penyanyi keroncong yang menguasai lagu-lagu berbahasa asing, kadang menari dan menjadi MC. Tuti Maryati menyelesaikan kuliahnya di ASMI Jakarta, dan Fakultas Hukum Univ Veteran.