Bagi sutradara Loeloe Hendra, karakter May merupakan alegori yang merefleksikan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat adat di seluruh dunia yang tanah airnya terus berubah akibat tekanan dunia modern.
Penulis dan sutradara Loeloe Hendra menyatakan, dalam film debutnya, ia sangat tertarik untuk mengeksplorasi bagaimana menggunakan genre fantasi tidak hanya untuk membangkitkan imajinasi dan keajaiban, tetapi juga untuk mempertajam persepsi kita tentang realitas.
Loeloe, yang menghabiskan masa kecilnya di tengah hutan Kalimantan, setiap harinya dipenuhi dengan cerita-cerita yang berhubungan dengan alam, keajaiban, dongeng, tradisi dan budaya.
“Di Kalimantan, saat ini, bentang alam yang indah harus hidup berdampingan dengan penggundulan hutan yang masif, dan masyarakat adat tercekik dalam keterbatasan antara tradisi dan modernitas. Melalui genre fantasi, saya ingin menciptakan sebuah dunia di mana karakter-karakter saya akan berkembang dalam ruang liminal ini dan ketegangan yang terus-menerus terjadi antara keajaiban dan kenyataan, antara logika dan fantasi, dan antara daratan dan air,” kata Loeloe Hendra.
Film “Tale of the Land” merupakan film pertama yang mempertemukan pasangan Shenina Cinnamon dan Angga Yunanda. Sementara, film ini juga menjadi reuni Shenina dengan Arswendy Bening Swara setelah “Badrun & Loundri” (2023).
Pada rangkaian BIFF 2024, Shenina Cinnamon dan Yusuf Mahardika juga akan menjadi salah satu presenter di acara penghargaan Asia Contents Awards & Global OTT Awards 2024 XPOSEINDONESIA Foto : Poplicist Publicist.