Bahkan belakangan kita mendengar berita tentang kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oknum pengajar terhadap santri di pesantren ikut mencoreng citra baik pesantren
“Film ini akan menceritakan sebaliknya, dimana pesantren justru tempat kita mengajarkan anak-anak membuka pikiran terhadap perkembangan zaman, kemajuan teknologi, namun sekaligus meneguhkan keyakinan terhadap kebenaran agama!”ungkap Lola
Film ini sudah diputar pertama kali untuk publik di IDFA (International Documentary Film Festival) di Amsterdam pada November 2019.
IDFA adalah festival film dokumenter terbesar dan paling bergensi di dunia. Film ini disambut dengan antusias, terbukti dengan tiket yang terjual habis untuk dua pemutaran pertama.
Film ini juga akan diputar serentak di bioskop XXI mulai tanggal 26 Mei 2022 di kota-kota besar dengan layar terbatas.
Sarah Dawson, Juru Program IDFA mengatakan “Kita bisa belajar banyak dari guru-guru maupun pelajar dalam film ini, apapun kepercayaan atau identitas kita. Buat saya sendiri, film ini membuat saya merasa lebih punya harapan tentang dunia.”
Sementara itu Savic Ali, Ketua PBNU, setelah menonton mengatakan , “Film ini berhasil menjungkirbalikkan stigma negatif yang melekat pada Pesantren”.
Shalahuddin Siregar, Sutradara dan Produser, mengatakan, ia membuat film ini karena terganggu dengan stigma negatif yang diberikan pada Pesantren sebagai tempat yang kolot dan tidak berkembang, bahkan tempat teroris diajarkan.
Dia membuat film ini untuk publik agar mengenal lebih dalam mengenai kehidupan di dalam Pesantren berjalan sehari-hari. Shalahuddin, yang disapa Udin, adalah seorang sineas muda yang banyak berkecimpung dalam kegiatan-kegiatan sosial dan menekuni pembuatan film dokumenter.
“Film dokumenter lebih bisa menggambarkan kehidupan sosial kemasyarakatan lebih realistik tanpa banyak visual artifisial yang kadang menipu penonton! kata Udin.
Film Pesantren pada akhirnya membawa ke Festival Film Dokumenter kelas dunia di Amsterdam dan melahirkan banyak pujian. XPOSEINDONESIA Foto : Dok.