Bandeng Jumbo di tengah Imlek : Akulturasi Budaya Tionghoa & Betawi

- Advertisement -
- Advertisement -

Mendekati perayaan Imlek yang jatuh pada 12 Februari 2021, penjualan ikan bandeng mendadak meningkat. 

Dalam tradisi  China,  menyantap ikan pada malam Tahun Baru China memang merupakan hal yang lumrah dilakukan. 

Pasalnya, “ikan” dalam bahasa Mandarin memiliki bunyi yang mirip dengan kata “yu” yang berarti rezeki. Ikan dianggap melambangkan rezeki yang baik untuk tahun mendatang.

- Advertisement -

Nah, pantaslah jika  menjelang Imlek, bandeng mendadak terlihat di mana mana. Pedagang “musiman” pun menjamur dan memadati  sejumlah kawasan  di Jakarta. 

Banyaknya orang yang membeli bandeng saat Imlek di Jakarta merupakan bentuk akulturasi budaya antara etnis Tionghoa dan Betawi. Bahkan, tradisi ini sudah berlangsung selama ratusan tahun silam, yaitu sejak tahun 1850-an.

Bandeng Jumbo, Banyak Minyak

Lokasi penjualan bandeng dadakan yang cukup terkenal adalah di kawasan  Pasar Kembang Rawa Belong, di Jalan Sulaiman, Pasar Rawa Belong, Jakarta Barat.

- Advertisement -
Menyalin

Pasar yang setiap hari penuh bunga warna warni, berubah jadi mirip lautan bandeng. Lebih menarik lagi, ukuran ikan yang dijajapun pun tidak umum karena  sangat besar alias jumbo 

“Nyang kite jual sekarang ini emang bandeng  gede, umur tua. Rata rata dipanen umur setahun. Beda dengan bandeng sehari hari, ukurannnya cuman 3-4 bulan,” kata Ata (62 tahun), pelopor pedagang bandeng  di  Rawa Belong, Rabu 10/2.

Menurut Ata, ikan bandeng usia setahun itu, jauh lebih enak, lebih gurih dan banyak minyaknya.  Ukuran  bandeng sendiri bervariasi antara 1-3 kilo, dengan harga jual rata-rata Rp 90.000/kilo

Menurut pengalaman Ata, dalam tradisi orang Betawi, para suami wajib ngumpulin uang, agar bisa membeli bandeng. “Kalau gak bisa beli bandeng, bisa bercere (bercerai),” jelas Ata serius.

Baca Juga :  Kemenparekraf Siapkan Rp 500 Milyar untuk Perlindungan Sosial Pelaku Wisata

Bahkan,  “kalau  pas terpaksa gak punya duit, ya jual apa yang ada. Jual motor kek, jual tipi kek!” katanya dengan  mimik serius.

Berdasarkan pengalaman Ata berjualan, jaman dulu  penjualan bandeng tidak dibungkus tapi disindik dan ditenteng. 

“Nah, orang Betawi  itu suka saling panas panasan sama tetangga. Kalau lihat tetangga sudah nenteng bandeng gede 5 ekor,  maka  mereka harus bisa beli 10 ekor. Begitu tradisinya turun menurun. Seolah bersaing  secara alus lah,” katanya sambil menyebut di tiap imlek selain Bandeng orang Betawi juga seperti wajib punya kue Keranjang, kecap dan petai.

Sebagai pedagang kawakan, di saat menjelang imlek  begini, rata rata  Ata membawa  dagangan  dengan berat 2-3 kwintal per hari. 

“Kadang kadang  bisa langsung habis dan perlu nambah satu kwintal lagi. Kadang nyisa, biasanya saya langsung jual lagi ke pasar.  Saya punya kios juga di pasar,” ungkapnya.

Ata menyebut, ia berdagang bandeng dadakan di pasar Rawa Belong sejak 1980,  “Masih sendiri, belum ada yang dagang. Lama lama banyak yang ngekor, mulai dari Abang, Encing dan  temen temen saya,”  tuturnya.

Dalam pengamatan Ata, jaman dulu  penjualan bandeng tidak dibungkus tapi disindik dan ditenteng. “Nah, orang Betawi  itu suka saling panas panasan sama tetangga. Kalau lihat tetangga nenteng bandeng 5 ekor,  maka  mereka harus bisa beli 10 ekor. Begitu tradisinya. Seolah bersaing  alus lah,” katanya. XPOSEINDONESIA/Nini Sunny. Bahan dan  Foto : Dudut Suhendra Putra

More Pictures

- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

- Advertisement -