“Nah bagaimana menjadikan BPI sebagai soko guru perfilman Indonesia, di mana pun siapapun pemimpinnnya dan ada gejolak politik apapun yang terjadi, BPI tetap bisa focus pada pembangunan perfilm Indonesia, baik culture maupun industrial movement,” tambah Gunawan lagi.
“BPI juga akan terus mengawal perfilman nasional dan membuat sekaligus mendorong para para stakeholdernya dan para film maker dengan kompetensi masing-masing harus mempunyai BPJS atau asuransi sehingga dalam berkarya tidak lagi menemui hambatan walau 2-4 bulan tidak mendapat project semua sejahtera,” jelas Gunawan lugas.
Sementara itu Vivian sangat mengapresiasi jumlah penonton yang mulai menanjak naik dan tentu saja menjadi momentum yang baik buat semua.
Namun ia mengingatkan, pentingnya pengumpulan data dari film Indonesia untuk segera dibuat dan diselesai.
“Kepengurusan BPI yang sekarang juga akan berkonsentrasi dalam penyusun database ekosistem perfilm Indonesia. Dan kami akan rilis secara berkala untuk disebar luaskan kepada stakeholder dan pemangku kepentingan di ekosistem perfilman Indonesia.
Sedangkan Daniel Rudi Haryanto dari Eagle Institute Indonesia menyebut, sejak masa pandemi, mereka sudah membantu membuat pemetaan film Indonesia.
“Dengan menyebarkan polling dalam bentuk google form, kami mengumpulkan data. Salah satuya tentang jumlah festival film di Indonesia yang sudah terjaring, ada peta dan penyebarannnya di seluruh Indonesia. Boleh dibuka linknya di Youtube https://youtube.com/channel/UCnTYbU25LS2yxxUOHbDE6gg dan https://youtu.be/Q22ZGV4DK6E,” ujar Daniel Rudi Haryanto
Sesi II Horor & Komedi Dominan
Berlanjut ke sesi berikutnya yang dimoderatori Arul Muchsen dari dFI dengan narsum Wina Armada, Ketua Pelaksana Festival Film Wartawan Indonesia menggarisbawahi bahwa perkembangan saat ini harus bisa meraih perhatian dan dukungan semua pihak agar 2.145 layar lebih dari beragam ekhibitor bisa terus memberi kesempatan yang lebih baik kepada film Indonesia.