Tak banyak orang dengan tulus iklhas menaruh perhatian  penuh pada  pelestarian budaya, dalam bentuk pengumpulan barang seni, lalu menempatkannya dan boleh ditonton siapa saja tanpa membayar.  Di Ubud, Bali, koleksi itu memakai nama Rumah Wayang dan Topeng Setia Darma.

Barang Bersejarah era Soekarno

Jumlah total keleksi  Rumah Wayang dan Topeng ini  5700 wayang  dan 1300 topeng, yang terpajang di sembilan ruang pamer berbentuk Rumah Joglo daerah Jawa baru separuhnya, “Yang separuh lagi sedang kami carikan ruang pamernya, masalahnya tanah di daerah Mas, Ubud sekitar sini sudah habis,. Sisa sedikit berbentuk sawah, itupun ketemu dengan kali, “ kata Prayitno, yang minta disebut sebagai Pengelola. Koleksi  Wayang dan Topeng-nya  dari Indonesia, Cina, Myanmar, Thailand, Malaysia, Kamboja – negara paling eksotis di Asia, juga banyak topeng dari Afrika. 

Sembilan Ruang Pamer berbentuk Joglo itu didatangkan dalam bentuk knock down dari Jawa, antaralain dari Solo, Rembang, Pati, Bojonegoro…….Masing-masing Rumah Joglo memajang koleksi Rumah Wayang dan Topeng dengan tema tertentu. Bertema Wayang Modern – wayang kulit tapi pakai kostum tentara, dokter, polisi atau seniman memakai jeans misalnya, atau khusus menyimpan barang seni topeng manca negara. 

Ada Rumah Joglo yang menyimpan Wayang Bersejarah yang usianya sudah ratusan tahun. Salah satu Rumah Jogol yang menarik adalah, yang memamerkan dua Barongsai hadiah Presiden Cina pada Presiden Soekarno, ‘Barongsai ini diserahkan ahli waris Bung Karno agar terurus dan bisa dilihat dan dinikmati oleh siapapun, termasuk Warga Negara Indonesia, karena ini koleksi kami yang punya nilai sejarah, “ kata Prayitno. 

Pameran, Workshop dan Pergelaran Musik

Sudah setehun terakhir, Rumah Wayang dan Topeng Setia Darma membeli Rumah baru, aslinya adalah bekas gudang tembakau dari daerah Jawa Timur. Rumah Gudang Tembakau ini akan dipakai sebagai ruang pamer Wayang dan Topeng, sekaligus tempat pameran Karya Seni dan Pergelaran Seni – termasuk seni musik, “Kapasitas Gudang Tembakau ini sekitar 150 orang penonton,  lebih besar dibanding Rumah Joglo yang biasa dipakai Mas Franki Raden membuat pergelaran musik akustik yang hanya menampung penonton antara 50 – 75 orang, “ kata Prayitno lagi.

Etnomusikolog Franki Raden menganggap Rumah Wayang dan Topeng Setia Darma merupakan representasi dari niat baik kolektor karya seni berharga berbentuk Wayang dan Topeng, untuk mengabdi pada negaranya. ‘Bayangkan, mereka membuka Rumah Wayang dan Topeng dari uang pribadi, penonton boleh datang, menikmati barang seni yang tek ternilai harganya, dan langka, tanpa membayar, “ kata Franki yang lebih 3 tahun terakhir menetap di Ubud dan telah 6 kali membuat pergelaran di sini. 

Franki Raden mengontak rekan senimannya  di Luar Negeri – terutama musisi – agar datang dan mau perform di salah satu Rumah Joglo, “Saya sudah membeli satu set sound system sederhana dan set drum, saya taruh di sini, agar setiap saat musisi datang, mereka boleh main. Honornya cincailah. Tiket saya jual 100 ribu rupiah, hasil penjualan ini saya bagi ke musisi yang main, musisinya nginap di rumah dan kantor saya, yang letaknya gak jauh dari Rumah Wayang ini. Tapi saya pasti gak kuat bayar musisi Indonesia yang saya dengar honor mereka ada yang menyentuh angka ratusan juta rupiah, “ jelas Franki sambil tertawa.

Saya datang ke Rumah Wayang dan Topeng yang terletak di Jl. Tegal Bingin, Banjar Tungkulak Tengah, Mas,  Ubud,  Gianyar – Bali ini bersama Pak Agung Sujana, pemilik Hotel Legian Village, yang kenal dekat dengan Prayitno, “Yang saya dengar, pengelolaan Rumah Wayang ini hanya ditopang dari para donatur yang memakai tempatnya buat bikin workshop seni, pameran barang seni seperti pergelaran wayang, Rumah Wayang juga mendapat sedikit uang masuk dari café dan resto yang mereka buka, “ kata Agung Sujana. 

Tanggal 5 Oktober sampai pertengahan Oktober,  digelar Pameran, Diskusi / Workshop Seni Sastra yang akan berujung pada pemberian Anugerah Sastra Darmawangsa dan akan memakai panggung utama berbentuk Amphy Theater, outdoor – panggung terbuka yang berpemandangan indah sebagai puncak acaranya. Pertemuan dengan Prayitno  dan Franki Raden di Rumah Wayang dan Topeng Ubud ini segera saya laporkan via telpon pada Dharma Oratmangun, Ketua Panitia World Ethnic Music Festival 2013 yang akan digelar di Bali, pekan ketiga November.  

Saya menyarankan, Panggung Amphy Theater dan 2 Rumah Joglo yang disiapkan sebagai ruang pamer karya seni itu, bisa dipakai sebagai panggung World Ethnic Music Festival 2013, mendampingi Art Centre Denpasar yang sejak awal sudah dipilih oleh  Kementerian Pendidikan Kebudayaan sebagai pusat pergelaran. 

Ditawar  Dipindah ke Singapore

Ada 3 orang  yang pantas disebut sebagai penggagas dan pejuang seni yang membangun Rumah Wayang dan Topeng Setia Darma di atas tanah 1.2 hektar ini, yakni Hadi Sunyoto, pengusaha dan kolektor Wayang dan Topeng, kini menetap di Jakarta, A. Prayitno, yang hanya mau disebut sebagai Pengelola dan seorang Pastor Khatolik, yang  tidak mau disebut namanya. Embrio berdirinya Rumah Wayang sudah ada sejak tahun 1998, tapi resmi dibuka pada 2006. 

Baik Hadi Sunyoto dan Prayitno tidak mau menyebut Rumah Wayang dan Topeng ini sebagai Museum, “Karena kami memang hanya memamerkan koleksi pribadi, dan tidak ada campur tangan orang lain, termasuk dari Pemerintah, Karena itulah datang ke sini silahkan, mau motret silahkan, mau niru isinya, ya monggo. Misi kami adalah pelestarian barang seni, untuk ilmu pengetahuan, dan ruang buat pekerja seni memperkenalkan karyanya di sini, “ kata Prayitno merendah. 

Suatu hari, Prayitno  bertemu seorang pengusaha dan kolektor barang seni dari LN, dan meminta data harga semua koleksi Rumah Wayang dan Topeng, termasuk Rumah Joglo-nya,. Sebulan kemudian bersama temannya, pengusaha itu datang lagi ke Rumah Wayang, dan menawar semua isi koleksi Rumah Wayang dan Topeng, tapi untuk dipindah ke Singapore, “Kami langsung tolak, gak marah saja sudah untung, “ kata Prayitno disertai tawa.

Di Perpustakaan Esplanade di Singapore, saya temukan koleksi PH keroncong dan dan gamelan dari Jawa, instink wartawan saya bicara, ini pasti barang selundupan dari Indonesia, “Ya, kami beli dari kolektor musik asal Indonesia, “ kata penjaga Perpustakaan Esplanade,. Maka, proficiat atas keteguhan hati pemilik Rumah Wayang dan Topeng  dari Ubud, karena mereka tidak menjual harta karun seni Indonesia buat kekayaan pribadi sesaat….. (Teks dan Foto : Bens Leo)

 More Pictures

Prev NewsBandara dengan Toilet Terbersih di Indonesia
Last NewasObesitas dan Dampak Negatifnya