Gema Citra Nusantara (GCN) dan Papatong Artspace untuk kedua kalinya menggelar teater musikal “Keumalahayati- Laskar Inong Balee” pada 12 dan 13 Agustus 2023 pukul 19.00 WIB, di Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Sebelumnya, pementasan teater musikal ini digelar pada 19 Maret 2022, di tempat yang sama.
GCN dan Papatong Artspace merupakan dua lembaga yang pertama kali mementaskan kepahlawanan dan keberanian pahlawan Keumalahayati dalam bentuk teater musikal. Dan pementasan ini mendapat ijin resmi dari ahli waris keluarga Keumalahayati.
Teater Musikal Keumalahayati disutradarai Teuku Rifnu Wikana dan Krisna Aditya, menampilkan pemain utama antara lain Haikal AFI 2, Teuku Rifnu Wikana, dan Karissa Soerjanatamihardja, di samping nama-nama lainnya, seperti seniman senior Aceh, Marzuki Hasan, Junio Ferandez, Yan Wibisono, Beyon Destiano, Fachrizal Mochsen, dan empat sahabat Keumalahayati yakni Nanda Dian Utami, Nadya Devina, Kartika Desma, Jeyhan Safiana.
Alur kisah dimulai setelah suami Keumalahayati, Laksamana Zainal Abidin, gugur dalam peperangan. Malahayati mengusulkan kepada Sultan Aceh untuk membentuk pasukan yang terdiri dari janda prajurit Aceh yang gugur dalam peperangan (Inong Balee). Permintaan itu dikabulkan dan ia diangkat sebagai pemimpin pasukan Inong Balee.
“Cinta inilah yang menjadi pemantik perjuangan Keumalahayatii dan Laskar Inong Ballee. Karena cinta terhadap tanah air, Keumalahayati rela bertaruh nyawa dalam sebuah pertempuran untuk mengusir Cornelis dan Federick De Houtman,” kata Teuku Rifnu, sang sutradara
Multimedia Mencekam & Haru Biru
Tim kreatif panggung terdiri dari nama-nama tenar, seperti Gema Sedatana (Penulis Naskah), Leodet (Music Composer), Jufrizal dan Asep Supriyatna (Penata Musik Tradisional), Wiwik HW (Koreografer), Helen Nanlohy (Vocal Coach), Endro Sukmono (Fighting Coach), Bulqini (Scenografer), Mamed Slasov (Lighting) benar-benar memaksimalkan kerja untuk menghasilkan nuansa artistik panggung terlihat paripurna; kadang pilu mencekam, sekaligus bisa mengharu biru dan memercik kebanggan penuh senyum.
Panggung dibuka dengan suasana gelap, perlahan pada layar besar terlihat permainan multimedia sebaga ekspresi seni dalam satu panggung, yang dilengkapi konsep musikal utuh, di mana suara penyanyi membawakan aria, libretto dan recetativo, ditambah tarian tradisi kontemporer.
Tayangan multimedia yang ditawarkan menjadi estetika visual, yang tidak sekedar sebuah tempelan asal jadi. Terutama pada bagian yang memperlihatkan lautan dan kapal-kapal perang, suasana sendu dan mencekam tatkala Keumalahayati diam-diam menangis dan meratap di dalam hutan, sehabis suaminya dinyatakan gugur di medan laga, juga ruang -ruang dalam Kerajaan di mana Sultan Aceh berkuasa.