Di balik sorotan lampu panggung dan denting nada yang membius penonton, ada realitas sunyi yang dihadapi para musisi: perjuangan mendapatkan hak royalti yang seharusnya menjadi darah kehidupan mereka.
Bagi Ari Lasso, salah satu ikon musik Indonesia, masalah itu datang dalam bentuk angka. Dalam unggahan Instagramnya, ia mengaku bingung—bahkan geram—saat laporan distribusi royalti dari Wahana Musik Indonesia (WAMI) hanya mencatat sekitar Rp 700 ribu, dari nilai yang ia perkirakan seharusnya mencapai puluhan juta.
Yang membuat kecurigaan kian dalam, laporan tersebut mencantumkan nama penerima lain, Mutholah Rizal. “Ini hak saya atau salah transfer?” tulis Ari Lasso d akun Instagramnya, sambil menyebut bahwa kesalahan seperti ini mencerminkan manajemen yang buruk dan berpotensi merugikan banyak pihak, termasuk negara.
Ari menyerukan audit oleh lembaga negara seperti BPK, KPK, atau Bareskrim, bukan untuk menghukum, tetapi memperbaiki kredibilitas industri musik.
Ia menolak permintaan klarifikasi tertutup dari pihak WAMI, memilih menuntut penjelasan terbuka.
“Semua musisi dan stakeholder musik sedang menunggu,” tegasnya. Bahkan, sebagai bentuk protes, Ari mempersilakan publik memutar lagu-lagu hitsnya tanpa membayar royalti.
WAMI: Bukan Jumlah Royalti Sebenarnya
Menanggapi hal ini, Presiden Direktur WAMI Adi Adrian mengakui adanya kesalahan teknis pada pengiriman laporan melalui email.
“Nominal Rp 765.594 yang beredar bukan milik Pak Ari Lasso dan bukan jumlah total royaltinya,” jelasnya.
Adi menambahkan bahwa koreksi dikirim kurang dari 10 menit setelah laporan awal, disertai permintaan maaf resmi. Menurutnya, laporan itu hanya potongan informasi, bukan perhitungan royalti setahun penuh.
WAMI menegaskan pihaknya diaudit setiap tahun oleh Kantor Akuntan Publik independen, dan sejak 2022 hingga 2024 selalu mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Forvis Mazars, salah satu KAP terbesar di Indonesia.
Mereka berjanji memperkuat sistem administrasi dan verifikasi agar kesalahan serupa tidak terjadi lagi.
Antara Fakta dan Kepercayaan
Polemik ini membuka dua sisi: di satu sisi ada musisi yang menuntut transparansi demi haknya, di sisi lain ada lembaga yang mengklaim sudah mematuhi prosedur dan audit resmi.
Namun, di tengah data dan opini, ada satu hal yang jelas: kepercayaan adalah modal utama.
Bagi para musisi, royalti bukan sekadar angka di rekening—ia adalah bentuk penghargaan atas karya dan jerih payah mereka.
Bagi WAMI, setiap kesalahan teknis, sekecil apapun, dapat menjadi retakan yang sulit diperbaiki dalam hubungan dengan para pencipta.
Kasus Ari Lasso ini bukan sekadar persoalan salah transfer. Ini adalah ujian bagi tata kelola industri musik Indonesia: apakah mampu membangun sistem yang tidak hanya benar di atas kertas, tapi juga dipercaya sepenuh hati oleh para pelaku industrinya. XPOSEINDONESIA/NS Foto : Instagram @ari_lasso