Tentang isu memerangi pembajakan, ada berbagai telaah menarik tentang arti pembajakan di era digital dan social media sekarang. Jika sampai sekitar tahun 2005, saat fisik album berupa kaset dan CD masih menjadi ukuran sukses pembajakan lebih mengarah memperbanyak fisik album tanpa seijin pencipta lagu dan produsernya, maka di era digital dan sosial media sekarang arti pembajakan jadi beda.
Karena banyak juga musisi/pencipta kagu yang sengaja mengunggah karya ciptanya melalui sosial media macam Youtube, Facebook atau mengumumkannya melalui twitter, seperti yang dilakukan oleh grup indie Koil.
Grup ini malah memproduksi sejumlah CD rekamannya dan menyebarkan secara gratis pada fans dan masyarakat luas, agar orang dapat menikmati karya terbarunya dan berujung pada banyaknya kontrak manggung atau acara off air, setelah lagu popular.
Isu pembajakan di era digital inilah yang mengharuskan Pemerintah dan DPR kembali ke ruang sidang, membahas perbaikan / revisi / amandemen UU Hak Cipta RI, yang dirasakan sudah tertinggal oleh jaman dan teknologi industri musik.
Karena itulah, Hari Musik Nasional 2014 terasa memiliki makna istimewa, jika menunjuk fakta bahwa, fisik album rekaman sudah kian menurun, Pekerja Seni belum mampu menyerap tantangan ke depan dalam memasarkan karya ciptanya melalui teknologi baru, seperti menjualnya melalui iTunes atau tetap berharap masih ada sedikit tanbahan penghasilan dari penjualan Ring Back Tone (RBT).
Menarik dicatat adalah, munculnya kenyataan, beberapa seniman musik indie malah kelihatan lebih survive dalam memasuki pasar music digital sekarang, Band band yang memiliki fans loyal, fanatik dan membina pengemarnya melalui kominitas yang solid macam Slank, Iwan Fals, GIGI, The S.I.G.I.T, Koil, Efek rumah Kaca, Mocca, Koil atauband indie yang masuk ikatan label internasional Sony Music macam Superman is Dead, terasa lebih nyaman. Meraka tetap dapat menjual karyanya, baik melalui komunitas yang telah dibinanya, setelah mempublikasikannya melalui sosial media.