Indonesia Maharddhika : Sebuah Gairah Menghidupkan Prog Rock

- Advertisement -
- Advertisement -

Di Indonesia, perkembangan rekaman musik progresif rock  atau biasa disebut dengan prog rock bisa dibilang jalan di tempat.  Banyak yang menyebut,  musik prog rock sulit berkembang dalam industri, karena tidak mainstream. 

Prog rog sendiri memang memiliki beberapa ciri unik yang berbeda dengan musik pop pada umumnya. Biasanya ritme tidak konvensional (bukan 4/4 atau sinkopasi), dan para musisinya  wajib mahir melakukan permainan solo yang rumit,  sementara itu panjang durasi lagu melebihi ukuran normal (lebih dari 5 menit, biasanya sekitar 12-20 menit atau bahkan lebih panjang).

Sebetulnya, cukup banyak lahir grup musik yang memainkan jenis musik  ini, namun untuk masuk ke dalam industri, dan membuat rekaman kemudian mengedarkannya perlu upaya ekstra keras bahkan wajib dengan upaya nekat. 

- Advertisement -

Bagian inilah yang coba diterobos Kadri Mohammad, penyanyi, lawyer sekaligus produser album ini, bersama dua rekannya Yeni Fatmawati dan Hendronoto “Ninot” Soesabdo dari YenNinotz Journey. Mereka dengan semangat spartan mengupayakan lahirnya sebuah album berisi musik prog rog.

Awalnya, YenNinotz Journey membiayai sendiri pembuatan album ini.  “Dalam perjalanan, kami melobi sejumlah teman. Termasuk dari beragam partai,  agar mau urun dana (crowdfunding) untuk bersama-sama melahirkan album ini,” ujar Kadri. 

“Jumlahnya rupiah yang disetor dan dipercayakan kepada kami  angkanya beragam. Saya juga nggak tahu mengapa mereka percaya kami bisa mewujudkan musik ini dalam rekaman.”  Yeni menambahkan dengan tertawa.

- Advertisement -
Menyalin

Gagah & Istimewa 

Perlu waktu hampir dua tahun untuk merampungkan album  kompilasi yang diberi tajuk  “Indonesia Maharddhika”, berisi 10 tracks yang dimainkan oleh 10 band. Karena masing-masing lagu berdurasi panjang, album yang diedarkan Demajors ini,  pada akhirnya  perlu dikemas dalam dua kepingan CD dengan cover sangat menarik digarap Ayip Budiman

Para musisi yang terlibat menyetor lagu antara lain : Cockpit (“Haruskah Aku Berlari”),  The Miracle (“Free Your Mind),  The KadriJimmo feat. Once, Addie MS City of Prague Philharmonic Orchestra (“Srikandi”), Discus (“The Machine”), Van Java  (“Prophecy of Jayabaya”), Imanissimo feat. Andy /rif & Kadri “Simponi Indonesia – Rock Opera Adegan I (Krisis Budaya), Vantasma (Jakarta (Jet Black City), Atmosfera (“Ragu/Sibincar Layo”), In Memoriam (”The Ghosts of Ancient Patriots), Iwan Hasan feat. Rick Wakeman, Keenan Nasution, Marcell & Indra Lesmana, I Guti Kompiang Raka  “Indonesia Maharddhika” .

Deretan lagu yang terpilih di album itu memperlihatkan beragam warna musik dari  rock, jazz, symphonic prog, hingga prog metal, yang diramu dari bunyi beragam instrument  musik— mulai alat musik tradisional Indonesia sampai mutakhir. 

Album  ini kemudian diberi  judul “Indonesia Maharddhika”. Terdengar gagah dan istimewa. Judul ini sesungguhnya merupakan judul lagu karya Roni Harahap dan Guruh Sukarnoputra yang termuat dalam album monumental Guruh Gipsy (1976) yang dipinjam dan diaransemen ulang untuk album ini. Iwan Hasan berperan sebagai musisi, arranger dan music director untuk penggarapan lagu tersebut.

“Indonesia Maharddhika” versi Guruh dan Roni ini tercatat pula dalam sejarah musik Indonesia sebagai komposisi rock progresif pertama di Indonesia,  dan menjadi perintis dimulainya perpaduan musik diatonis-pentatonis, menggabungkan musik Barat dengan Timur, mempertemukan unsur rock dan gamelan Bali  yang tetap terdengar harmonis.

Ada perbedaan cukup signifikan dari “Indonesia Maharddhika” versi asli yang berdurasi 14 menit 30 detik   dengan  versi baru garapan Iwan Hasan. Pada versi baru,  menurut  Iwan Hasan, “lebih panjang sekitar 1 menit,  dan komposisinya  menjadi lebih banyak atau lebih padat, dengan adanya segmen string quartet, segmen jazz fusion, improv vokal etnik Ubiet, vokal scat jazz Fitra Atmosfera.” 

Baca Juga :  4 Diva Untuk Ayat Ayat Cinta 2

Pada akhirnya  hasilnya jadi  terdengar jauh lebih sarat pengaruh jazz.  “Ada bagian string quartet yang dominan di tengah lagu. Aransemen dan scoring string quartet  saya buat dan dimainkan Gee Strings,” kata Iwan. “Tapi saya tetap menghormati aransemen asli dan mempertahankan benang merah tema-tema  musik versi asli terutama di awal dan akhir lagu!” lanjut Iwan

Diluncurkan di Bulan Merdeka

Dan pada akhirnya, album ini diluncurkan di bulan Agustus, hari lahirnya Republik Indonesia. “Ini jadi semacam momentum untuk menunjukkan bahwa musik pun bisa memberi inspirasi  bagi kebangsaan.  Musik tidak semata soal bunyi,” ujar Ninot  di atas panggung saat  peluncuran  album ini di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia Mall, 21 Agustus 2014. 

Sejumlah nama tenar  terlihat duduk di barisan penonton, mulai dari Erros Djarot hingga Fahmi Idris.  Mereka dengan serius ikut menyimak showcase dari empat band yang mengisi album ini. Yakni penampilan The Miracle dengan ‘Free Your Mind’, The Kadri Jimmo  melantunkan, ‘Srikandi’. Van Java  menyuarakan ‘Prophecy of Jayabaya’. Ditutup Imanissimo yang didukung vokalis Andy /rif dan Kadri Mohamad  menyanyikan lagu, ‘Simponi Indonesia-Rock Opera Adegan I (Krisis Budaya)’.

Ada hal yang  menarik dari persiapan hingga peluncuran  album dan press conference album ini. Panitia menyebar informasi acara melalui  sosial media, antara lain Path, facebook dan twitter. Karena keterbatasan tempat  duduk di Galeri Indonesia Kaya, tamu yang datang wajib mendaftarkan diri terlebih dahulu.  

Lebih dari 200 nama mendaftarkan via sms maupun e-mail. Padahal kapasitas tempat duduk hanya 150 orang. Jumlah ini tidak termasuk sekitar 50 media cetak, online dan televisi yang diundang  khusus untuk meliput.

Dari jumlah penonton yang mendaftar itu sekaligus jadi bukti,  musik prog rock memiliki penggemar sangat fanatik. “Mereka bukan hanya datang untuk menonton, tapi  juga mau membeli CD dan T-shirt yang kami jual,” ujar Kadri.  

Sekedar catatatan, meski hari itu suasana Jakarta tidak bersahabat, karena pendukung calon presiden Prabowo Hatta tersiar bentrok dengan pihak keamanan selama menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi,  namun  penonton yang hadir dalam gedung Galeri Indonesia, agak melebihi kuota. Sejumlah jurnalis foto malah  terpaksa duduk di lantai.

Dan, yang lebih menggembirakan adalah panitia berhasil menjual 73 keping CD  “Indonesia Maharddhika” seharga Rp 50.000 dan 23 buah T-shrit seharga Rp 100.000. “Sebuah permulaan yang luar biasa dan mengaggumkan,” kata Bens Leo, Project Director album ini. “Musik ini tetap laku dijual asal bisa mengemasnya dengan baik!” 

Komunitas prog rog memang memerlukan orang-orang kreatif  sekaligus nekat  seperti  Kadri, Yeni, dan Ninot. Karena itulah YenNinotz semakin tertantang untuk menyebarkan aura kebaikan yang tersimpan dalam album ini. 

“Selain mengadakan hearing dengan teman-teman dari radio  se-Jakarta dan Bogor, kami berencana membuat showcase  di sejumlah tempat.  Di samping ini,  tetap terpikir menggelar launching, dengan seluruh band pengisi album muncul  live di panggung dan kalau mungkin disiarkan televisi,” ujar Kadri menguci percakapan. XPOSEINDONESIA/NS Foto : Dudut Suhendra Putra & IAM

More Pictures

- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

- Advertisement -