Sabtu, Februari 22, 2025

Dari Diskusi Wartawan PWI : Gelar Segera Musyawarah Film Nasional, Untuk Atasi Persoalan Perfilman Indonesia

Kecil Besar

Akhlis Suryapati menambahkan,  terlalu banyak persesengkongkolan dalam sistem perfilman Indonesia. Karenanya, dia meminta semua persesengkongkolan dibatalkan, termasuk dalam pengajuan nama tertentu oleh BPI demi mendudukkan nama tersebut sebagai Ketua Komite FFI selanjutnya.

“Caranya dengan membentuk komite baru. Karena BPI dari awal adalah sebuah badan yang keliru. Lihat itu AMPAS ( Academy of Motion Picture Arts and Sciences) yang menyelenggarakan piala Oscar adalah swasta murni yang sebenarnya,” kata Akhlis Suryapati

Akhlis ingin mengatakan, sebagai lembaga swasta mandiri BPI nyatanya masih menghamba dan menempel ke pemerintah. Buktinya, FFI masih dibiayai pemerintah, tapi seolah dikuasai BPI sendiri.

“Kedaulatan masyarakat film hari ini tidak kita miliki, dan harus kita rebut. BPI gagal melakukan (menegakkan kedaulatan) itu. Karena BPI sibuk rebutan proyek, dan menghamba kepada pemerintah,” imbuh Akhlis sembari menegaskan, BPI bahkan telah menjadi portal bagi film maker Indonesia yang mau memutar film ke jaringan bioskop XXI.

“Ini terjadi bukan karena BPI jahat. Tapi BPI mentalnya kacung, menghamba,” tekan Akhlis Suryapati sembari menyorongkan solusi penyelenggaraan Musyawarah Film Nasional.

“Harus ada musyawarah film nasional, setelah itu susun ulang pondasi (perfilman Indonesia). Agar yang akan dilakukan BPI mau melegitimasi rencana persesengkokolan mereka batal,” kata Akhlis lagi.

Asosiasi Film Tidak Membantu Anggota

Hal senada diungkapkan Nurman Hakim. Selalu sutradara dan akademisi, Nurman berharap Musyawarah Film Nasional dapat menjadi ajang rembuk nasional para stakeholder perfilman Tanah Air. Caranya menghadirkan semua pemangku kepentingan, hingga persona di luar asosiasi demi membuat forum besar.

“Orang yang diundang bukan hanya dari BPI juga asosiasinya. Harus ada akademisi di sana, bahkan wartawan hingga budayawan harus dilibatkan, demi merumuskan formula yang paling mustahak,” kata Nurman Hakim.

Nurman menjelaskan, sependek pengetahuannya, banyak film maker yang tidak dan emoh begabung dalam sebuah asosiasi perfilman di Indonesia, karena berbagai alasan. “Makanya kawan kawan IKJ sering bercanda, yang menang FFI pasti kawan-kawan jurinya yang tergabung dalam asosiasi yang sama. Atau FFI adalah festival film untuk kawan sendiri,” kata kandidat Doktor dan pengajar di IKJ dan UMN, itu.

Nurman menambahkan, BPI yang dikelola adalah asosiasi asosiasi yang hanya bekerja setahun sekali, saat FFI diselenggarakan. Tapi saat ada keluhan dari anggotanya, seperti para aktor yang mandeg pembayarannya, dan produser yang mumet menghadapi XXI, misalnya. Karena persoalan pembagian dan mendapatkan layar bioskop, BPI ke mana saja? “Harusnya asosiasi asosiasi itu, juga BPI mampu memberikan solusi dan menyelesaikan persoalan itu,” kata Nurman.

Di Hollywood, kata Nurman Hakim lagi, asosiasi perfilmannya tidak seperti asosiasi perfilman di Indonesia yang tidak bertaji. Di AS, asosiasi perfilmannya mampu memberikan fasilitas dan melindungi anggotanya.

“Asosiasi di AS mempunyai kekuatan, melindungi dan mengayomi anggotanya. Sedangkan di Indonesia, asosiasinya kalau ada anggota mempunyai masalah, tidak ada yang membantu, tidak juga BPI,” katanya.

Makanya dia bersepakat untuk melakukan perbaikan, salah satunya dengan melakukan musyawarah perfilman Indonesia, yang kemudian, mungkin salah satu hasilnya menghasilkan  satgas perfilman di sana

Dibiarkan Berjuang Sendiri

Lola Amaria, selaku aktris, sutradara dan produser film mengaku banyak mempunyai pengalaman tidak mengenakkan saat meminta layar ke XXI. Karena harus dan selalu berjuang sendirian, sementara BPI sebagai lembaga yang harusnya menjadi payung insan film tidak melakukan apa-apa.

Seperti saat ini, dia telah mengajukan mendapatkan layar bioskop ke pihak XXI sejak Mei tahun ini, bahkan sampai akhir Desember 2023 ini, permintaannya mendapatkan layar belum mendapatkan lampu hijau.

“Kita mempunyai BPI yang katanya menangungi kita, tapi mana kiprahnya. Bagaimana kita mau mendapatkan keadilan layar, karena tidak ada sistem yang jelas. Katakan saya mau ngadu ke BPI, tapi BPI bisa apa (menghadapi XXI)”, kata Lola Amaria yang film Exile-nya baru saja mendapatkan Piala Citra pada gelaran FFI 2023.

Must Read

Related Articles