Suga BTS & Tablo dari Epik High Bicara Soal Hitam Putih & Abu-Abu Dari Sebuah Kritik
Setiap orang perlu mendengar kata-kata bijak ini.
Suga BTS baru saja menyelesaikan wawancara dengan Tablo dari Epik High untuk acara YouTube-nya, Suchwita.
Episode kelima Suchwita ini, sangat dinanti-nantikan para penggemar Suga BTS , karena penuh cerita unik dan menarik tentang kehidupan Suga maupun narasumber kali ini Tablo dari Epik High.
Tabo adalah adalah rapper, produser rekaman, penulis lagu, dan penulis berkebangsaan Korea.
Tablo dikenal sebagai leader dan produser dari grup hip hop veteran, Epik High, sekaligus pendiri dan CEO label musik independen HIGHGRND (High Ground) yang menaungi grup musik Hyukoh
Salah satu topik pembicaraan dalam episode ini memuat percakapan mendalam, dan seoalah “menghantam” opini umum bagi banyak orang yang terdengar mainstream.
Semuanya dimulai ketika Tablo membahas bagaimana album ketiga Epik High Swan Songs diharapkan menjadi album terakhir mereka, tetapi karena album ini sukses, mengukuhkan awal yang baru.
Album yang dirilis pada tahun 2005 itu menghadirkan variasi dan gabungan dari musik hip hop, electronica, rock dan jazz.
Saat debut, album ini banyak dipuji oleh kritikus musik dan masyarakat Korea. Setelah rilis, album ini menduduki posisi nomor satu di berbagai tangga lagu dan menyapu berbagai penghargaan hip hop akhir tahun.
Singel utama dari album ini adalah “Fly” dan “Paris”. “Fly” juga hadir di soundtrack permainan video FIFA 07. Karena banyak tawaran untuk membuat remake “Fly” dan “Paris”, sebuah sampler CD pun dirilis di Jepang.
Dengan sukses itu Suga menempatkan album ini sebagai inspirasi bagi dirinya dan banyak rapper lainnya.
Tablo menanggapi pernyataan itu dengan menyebut, kondisi saat itu jauh berbeda.
Banyak rapper menentang. Para pembenci mengkritik Epik High karena music mereka terdengar terlalu “pop” atau terlalu “hip hop,”
“ Sebetulnya komen begitu biasa. Jika kami melakukan ini, mereka akan mengatakan itu. Jika kami melakukan itu, mereka akan mengatakan itu adalah ini,”Kata Tablo
Namun, masalahnya jauh melampaui musik. Perilaku malang dari banyak orang ini berbicara lebih banyak tentang masyarakat dan perilaku manusia daripada tentang genre musik.
“Seperti yang saya katakan sebelumnya, banyak orang suka sekali berkomentar bahkan memberi labeli orang lain. Banyak orang dengan cepat membentuk opini ekstrem dan memilih sisi bersebrangan dengan kenyataannya, banyak jawaban yang masuk akal muncul di area “abu-abu”,”kata Tablo
Suga menanggapi. “Beberapa orang memang banyak mengeluarkan pendapat sangat ekstrim, berpikir hanya ada hitam dan putih. Tetapi sesungguhnya lebih banyak orang lain yang berbeda, mereka berpikir warna abu-abu.”
Suga menambahkan. “Mereka yang memiliki pendapat ekstrem membuat keributan paling banyak, memberikan kesan bahwa mayoritas orang berpikir seperti ini, padahal pada kenyataannya itu tidak bisa jauh dari kebenaran.”
“Tetapi karena pendapat hitam dan putih memiliki pendapat yang kuat, orang-orang akhirnya percaya bahwa itu adalah pendapat benar dan mejadi mayoritas. Padahal,mereka mendapatkan ide yang salah,” ucap Suga
Suga menggunakan contoh pembenci Epik High, mereka yang melihat hitam dan putih, membuat keributan paling banyak tentang album. Sementara itu, mayoritas orang, mereka yang melihat dalam nuansa abu-abu, menghargai berbagai hal tentang album dan menikmatinya.
Tablo lebih lanjut menganalisis mengapa beberapa orang memilih melihat dalam warna hitam dan putih dengan melanggengkan pendapat ekstrem dan memilih sisi itu.
“Ketika seseorang memilih pendapat ekstrem, mereka dapat melampirkannya pada identitas mereka dan merasakan tujuan yang membantu mereka merasa kurang kesepian dan merasa seperti bagian dari sesuatu yang lebih besar.
Namun, keyakinan radikal ini bukanlah mayoritas orang, dan seringkali dapat membuat mereka yang berada di tengah merasa seperti tidak ada orang lain yang berpikir seperti mereka, meskipun sebenarnya adalah mayoritas.