Penyimpangan konsep semakin dikukuhkan, dengan terbitnya PP 56 tahun 2021. Yang menegaskan bahwa LMKN adalah bukan LMK yang secara hukum perdata mewakili para pemilik hak.
āKita tahu anggota LMKN, (di sini ada Pak Marulan (dipilih oleh Pansel, dan mereka tidak mendapat kuasa dari para pemilik hak), melainkan mendapat kewenangan dari otoritas publik, yakni Menteri!ā lanjut Prof Dr. Agus.
LMK ini bukan Lembaga publik, tetapi lembaga pemerintah. Tidak ada Lembaga pemerintah yang non APBN, dan harus menggunakan APBN.
Menyusun dengan Mendegar
Dalam menutup seminar, Prof Dr Agus menyebut, sebaiknya dalam menyusun peraturan perundang undangan, selalu mau mendengar dari stakeholder yang berkepentingan.
āKalau kita bicara dalam perspektif perundang undangan, ada prinsip penyusunan perundang undangan yang menggunakan metode ROCCOPI. Sebuah metode yang disusun dan dipopulerkan oleh Ann, Robert t Siedman dan Nalin Abeysekere dari Amerika Serikat
ROCCIPI sendiri menurut Prof Dr Agus adalah:
R-ule = aturannya harus sesuai dengan doktrin hukum peraturan. Aturan yang di bawah jangan menabrak yang di atasnya. Harus jelas, jangan multitafsir, dan harus bisa dilaksanakan.
O-purtunity = kesempatan untuk melaksanakan aturan, supaya mereka bisa dilaksanakan sebaik baiknya, tidak kemudian timbul masalah, karena ketidakjelasan aturan.
C-apacity = subjek yang menjadi aturan, semestinya berdasarkan kapasitas.
C-omunication= perlu ada komunikasi dengan stake holder saat penyusunan undang-undang, supaya nanti kalau sudah menjadi peraturan tdak menjadi kontroversi
I-nterest = penyusunan undang undang bukan berdasarkan interest pribadi, tapi interest warga masyrakat.
P-rocess = penyusunannya harus akuntabel
I-deology= sebaiknya tidak keluar dari ideolegi negara Pancasila, baik tentang kebersamaan seperti yang tertuang dalam Sila Persatuan, selalu ada musyawarah, yang menjadi bagian dan bisa mencerminkan keadilan sosial.