Penggunaan Bahasa Daerah Dalam Film Ikut Melestarikan Bahasa Dari Kepunahan

- Advertisement -

Bayu ngotot dan nekad sampai mengeluarkan pernyataan; “Kalau film tidak bisa meraih penonton sampai 500.000, honor saya tidak usah dibayar!”

“Dan itu pertaruhan nekad juga berat. Karena saya bakal tidak menerima honor sama sekali, padahal sudah kerja 6-7 bulan membuang waktu dan tenaga. Tetapi begitu film berhasil mengumpulkan penonton sampai 900.000. Bukan cuma saya yang ketagihan, produsernya pun memproduksi film “Yo Wis Ben 2”, ”Yo Wis Ben 3” dan ”Yo Wis Ben Finale,” ungkap Bayu yang memulai karier sebagai Youtuber tersebut.

Menurut Bayu, era hari ini semakin maju, perkembangan teknologi semakin pesat. Namun ia tidak ingin semua itu akan mengikis sisi kedaerahan, termasuk dalam soal bahasa. “Karena jika kedaerahan kita terkikis, kita akan menjadi manusia yang akan lupa pada akar budaya!” ujarnya.

- Advertisement -

Karena itu, Bayu mengaku bangga dan sangat percaya diri untuk memproduksi film berbahasa daerah. Ini bukan semata-mata karena Yo Wes Ben telah berhasil meraih jumlah penonton sampai ratusan ribu. Lebih dari itu, film berbahasa daerah bisa ikut melestarikan penggunaan bahasa daerah.

”Saya bersyukur masih bisa berbahasa Jawa halus. Anak- anak generasi Z sekarang ini berbahasa Jawa dicampur dengan bahasa Indonesia,” kata Bayu prihatin. Karena itu dia mengajak sineas dan para produser film terus meningkatkan produksi film berbahasa daerah.

“ Di bahasa daerah penonton juga menemukan hiburan dan lucu-lucuan dalam bahasa daerah tertentu, yang tidak ada di bahasa daerah lain,” kata Bayu yang masih akan terus mengembangkan film berbahasa daerah dengan memproduksi film bahasa Jawa Ngapak, bahasa Madura dan lain-lain.

- Advertisement -

Pelestarian Bahasa Daerah

Pengalaman Susi Ivvaty yang banyak aktif di bidang tradisi literasi menguatkan apa yang disampaikan Bayu Skak. Bahwa film memegang peranan strategis dalam upaya pelestarian bahasa daerah.

Dia mencontohkan beberapa film seperti “Siti“ dan “Turah“ yang menggunakan bahasa daerah Jawa, lalu ada film “Uang Panai “yang menggunakan bahasa Makasar –Bugis, dan film “Yuni“, yang mengangkat cerita tradisi masyarakat Serang Banten.

- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -

Related news

- Advertisement -