Dari Seminar KPI dan AJV : Konten di TV, Youtube, OTT juga Sosmed Perlu Diawasi dan Dibatasi.

- Advertisement -

Dalam pandangan Tulus, negara malah bisa dianggap gagal jika mencoba memuaskan semua orang. Oleh karena itu, penting menjaga agregasi kepentingan publik dalam pengaturan konten siaran.

“Masyarakat yang tidak setuju dengan pengaturan konten isi siaran boleh menyuarakan pendapatnya ke DPR RI sebagai usulan pembentuk undang-undang,”  ungkap Tuls

Tulus  juga menekankan kepentingan publik harus diutamakan dalam proses tersebut, bukan hanya dari satu kelompok masyarakat saja.

- Advertisement -

Pembatasan Konten Sosial Media

Di saat yang sama, pembicara kedua, Nugroho  F Yudho, Dewan Pembina AJV, menyoal tidak munculnya lagi kata kata Media Baru dalam draft Undang Nomor 32 Tahun 2002 dan berganti dengan kata platform digital.

Dalam pengamatan Nugroho, sosial media adalah sebagai pelantar digital untuk berkomunikasi dan berinteraksi oleh para pengguna dengan melakukan interaksi social lewat virtual atau disebut platform digital.

“Jadi social media seperti Facebook, X , Instagram harus dilakukan di platform digital. Tetapi yang namanya platform digital belum tentu merupakan social media,” ujarnya sambil menyebut Tokopedia, Blue Bird  sebagai platform digital  yang dipergunakan untuk keperluan keperluan berniaga

- Advertisement -

Nugroho  menyebut, yang namanya social media memiliki karakter berbeda-beda.  Ia juga melihat  belakangan ini, di seluruh dunia muncul  pro kontra terhadap pembatasan konten di social media

Dalam pandangan Nugroho,  hal ini  dipicu sejak tahun 2016,  di mana banyak orang di dunia sadar tentang perlunya  pembatasan konten social media.

Terutama di Inggris.  Pada 2016 munculnya kasus Brexit,  yakni saat Inggris keluar dari Uni Eropa  lewat referendum. Dan di tahun yang sama di  Amerika Hillary Clinton dikalahkan Donald Trump.  “Dua kejadian ini digerakan oleh social media. Dan sejak itu dunia menjadi sadar  bahwa social media itu harus dibatasi,” kata mantan jurnalis masalah Hukum di harian Kompas tersebut.

Menurut Nugroho,  meskipun semua orang di dunia sadar dan merasa perlu adanya pembatasan, tapi belum ada  satupun negara  di dunia yang secara efektif mampu mengaturnya.

- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -

Related news

- Advertisement -