
DemiFilm Indonesia disingkat dFI sebagai salah satu stakeholder Badan Perfilm Indonesia (BPI) yang total berjumlah 62 organisasi berbadan hukum, menggelar obrolan tentang film sambil saling berbagi perspektif up to date film-film yang sudah tayang dan bakal tayang.
“DFI memang basisnya adalah kampanye dan sosialisasi tiap hari Kamis itu ada 1 atau 2 film Indonesia, dFI ajak-ajak nonton dengan tagline, “Mencintai Indonesia dengan Nonton Film Nasional”, ucap Yan Widjaja selaku Ketua Umum DFI didampingi Dir PMM KemendikbudRistek yang dalam sambutannya menyambut baik acara diskusi bertajuk “Bincang Filmku” sebagai sarana apresiasi dan kampanye Film Indonesia.
“Sudah endemi yah apalagi bioskop sudah buka 100%, artinya makin banyak lagi penonton yang akan ke bioskop dengan beragam genre dari drama, horror, malah 9 Juni mendatang akan tayang Gatotkaca dan berlanjut 16 Juni drama inspiratif Naga Naga Naga, saya nonton trailernya di demifilm tv dan bagus-bagus semua yaa, apalagi raihan KKN Di Desa Penari sudah 8 juta lebih patut diapresiasi, ” pungkas Ahmad Mahendra, Selasa (31/5).
BPI Siapkan Database Film Indonesia
Hadir narasumber di sesi I dari BPI, dengan Ketua Umum baru periode 2022-2026 Gunawan Pagaru bersama Kabid Festival & Kegiatan, Vivian Idris.
Gunawan Pagaru memulai pembicaraan, dengan menyebut, pentingnya anggaran yang disiapkan oleh Kementerian untuk organisasi film, bisa terserap dengan baik ke bawah.
“Anggaran dasar yang dibuat Kementerian per tahun dalam APBN, yang disepakai DPR, Yudikatif dan Eksekutif, penyerapannya sering kali bertolak belakang. Artinya, apa yang sudah dianggarkan, tidak terserap dengan baik ke bawah,” ungkapnya.
Menurut Gunawan, perspektif kebijakan Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif penting didorong melalui BPI. “Perlu dan penting dilakukan lobi-lobi politik. Karena bagaimana kita bisa mengubah UU Perfilman kalau tidak ada lobi-lobi politik,”ujarnya lagi.
Gunawan juga menyayangkan, setiap kebijakan kepemimpinan baru, regulasi selalu berubah.
“Nah bagaimana menjadikan BPI sebagai soko guru perfilman Indonesia, di mana pun siapapun pemimpinnnya dan ada gejolak politik apapun yang terjadi, BPI tetap bisa focus pada pembangunan perfilm Indonesia, baik culture maupun industrial movement,” tambah Gunawan lagi.
“BPI juga akan terus mengawal perfilman nasional dan membuat sekaligus mendorong para para stakeholdernya dan para film maker dengan kompetensi masing-masing harus mempunyai BPJS atau asuransi sehingga dalam berkarya tidak lagi menemui hambatan walau 2-4 bulan tidak mendapat project semua sejahtera,” jelas Gunawan lugas.
Sementara itu Vivian sangat mengapresiasi jumlah penonton yang mulai menanjak naik dan tentu saja menjadi momentum yang baik buat semua.
Namun ia mengingatkan, pentingnya pengumpulan data dari film Indonesia untuk segera dibuat dan diselesai.
“Kepengurusan BPI yang sekarang juga akan berkonsentrasi dalam penyusun database ekosistem perfilm Indonesia. Dan kami akan rilis secara berkala untuk disebar luaskan kepada stakeholder dan pemangku kepentingan di ekosistem perfilman Indonesia.
Sedangkan Daniel Rudi Haryanto dari Eagle Institute Indonesia menyebut, sejak masa pandemi, mereka sudah membantu membuat pemetaan film Indonesia.
“Dengan menyebarkan polling dalam bentuk google form, kami mengumpulkan data. Salah satuya tentang jumlah festival film di Indonesia yang sudah terjaring, ada peta dan penyebarannnya di seluruh Indonesia. Boleh dibuka linknya di Youtube https://youtube.com/channel/UCnTYbU25LS2yxxUOHbDE6gg dan https://youtu.be/Q22ZGV4DK6E,” ujar Daniel Rudi Haryanto
Sesi II Horor & Komedi Dominan
Berlanjut ke sesi berikutnya yang dimoderatori Arul Muchsen dari dFI dengan narsum Wina Armada, Ketua Pelaksana Festival Film Wartawan Indonesia menggarisbawahi bahwa perkembangan saat ini harus bisa meraih perhatian dan dukungan semua pihak agar 2.145 layar lebih dari beragam ekhibitor bisa terus memberi kesempatan yang lebih baik kepada film Indonesia.