
Pembuat film Indonesia Angga Dwimas Sasongko kembali ke kursi sutradara untuk menggarap “Ratu Malaka” (“Queen of Malacca,”) film thriller aksi-kriminal yang memadukan mistisisme Asia Tenggara dengan kekerasan dunia bawah yang keji. Proyek ini diluncurkan di Pasar Film Fetival Cannes, begitu informasi yang ditulis situs web variety.com yang diterbitkan di New York.
Dalam tulisan tersebut disebutkan Dwimas Sasongko mengepalai studio Visinema di Indonesia. Setelah menghabiskan dua tahun berfokus pada transformasi perusahaan Visinema dan menggembalakan “Jumbo” — film animasi Indonesia tersukses hingga saat ini — Dwimas Sasongko siap untuk memimpin apa yang ia gambarkan sebagai proyek aksinya yang paling ambisius.
“Sudah saatnya menyutradarai film yang mampu menggugah naluri terdalam saya sebagai pendongeng,” kata Angga
“Sekarang transformasi Visinema sudah berjalan dengan baik dan ‘Jumbo’ telah melampaui targetnya, saya kembali ke kursi sutradara dengan sesuatu yang lebih ambisius: film laga yang menyentuh hati, emosional, dan berakar pada kisah-kisah lokal yang nyata,” ungkap Angga pada Variety.com
Menurut Angga, film ini bertujuan untuk memadukan mitologi tradisional Asia Tenggara dengan narasi kejahatan kontemporer.
“Saya ingin menciptakan pembangunan dunia yang sangat rutin dalam budaya Asia Tenggara, tetapi belum pernah tersentuh sebelumnya dalam sinema Asia Tenggara,” kata Sasongko.
“Bagaimana menggabungkan sisi gelap kejahatan dan dunia bawah di Selat Malaka… Itu adalah salah satu area paling strategis untuk perdagangan, untuk geopolitik, tetapi tidak hanya di permukaan, tetapi juga di dunia bawah.
Selat Malaka, jalur pelayaran penting antara Semenanjung Melayu dan Sumatra, berfungsi sebagai pusat geografis dan tematik film ini, yang akan mengeksplorasi perannya dalam perdagangan manusia, perdagangan narkoba, dan penyelundupan senjata.
Sasongko berencana untuk menata kembali mitos prajurit tradisional Malaysia untuk penonton kontemporer. Ia merujuk pada prajurit legendaris Sultan Malaka, yang kisahnya populer di seluruh Indonesia dan Malaysia.
Film ini juga akan menggabungkan unsur-unsur politik kekuasaan Asia Tenggara, termasuk penggunaan praktik perdukunan dan takhayul di kalangan elit politik
“Orang-orang yang berkuasa cenderung menggunakan unsur takhayul dalam permainan kekuasaan mereka. Mereka menggunakan dukun, mereka mencari ramalan… Dan itu terjadi dalam permainan kekuasaan yang sebenarnya dalam politik di Indonesia,” kata Sasongko.
Sebagai sutradara di balik “Mencuri Raden Saleh,” film laga terlaris di Indonesia dengan lebih dari 2,3 juta penonton, Angga membawa pengalaman genre yang substansial ke dalam proyek tersebut.
“Queen of Malacca” akan menjadi film laga kelimanya, setelah “Wiro Sabeng Pendekar Kapak Maut Geni 212,” “Ben & Jody,” “Mencuri Raden Saleh” dan “13 Bomb di Jakarta.”
Film Ratu Malaka saat ini sedang dalam tahap pengembangan lanjutan dengan pengerjaan naskah dan strategi produksi yang sedang berlangsung.
Salah Satu IP Kreatif Paling Progresif di Indonesia
Visinema sedang dalam pembicaraan dengan calon mitra dari Korea Selatan dan AS untuk membangun aliansi lintas batas untuk produksi dan distribusi global. Fotografi utama dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2026.
Melalui Visinema, Sasongko telah mengembangkan salah satu studio IP kreatif paling progresif di Indonesia.
Perusahaan ini telah berkembang melampaui pembuatan film tradisional menjadi animasi, musik, serial digital, dan format penceritaan imersif lainnya.
Jadwal Visinema mencakup kolaborasi dengan perusahaan besar Korea Selatan CJ Entertainment pada “Call Me Dad,” pembuatan ulang dari hit Korea “Pawn,” dan animasi fiksi ilmiah “Kancil.”
Kesuksesan “Jumbo” yng meraih lebih dari 9 Juta penonto telah memberanikan Sasongko dan Visinema untuk mengambil lebih banyak risiko kreatif.
“‘Jumbo’ adalah tesis yang terbukti layak untuk diperjuangkan,” kata Sasongko. “Kita bisa melihatnya bukan hanya sebagai animasi, tetapi juga sebagai gerakan progresif dari kami untuk menawarkan kemungkinan-kemungkinan baru dalam penceritaan, kemungkinan-kemungkinan baru dalam genre, kemungkinan-kemungkinan baru dalam medium.”
Ia menekankan pentingnya keberagaman konten di pasar Indonesia: “Keberhasilan ‘Jumbo’ memberi kami banyak keyakinan untuk menghadirkan lebih banyak kesegaran dan konten yang lebih progresif kepada penonton, khususnya penonton Indonesia, yang saat ini sedang berkembang sangat pesat.”
Sasongko menyatakan kekhawatirannya tentang dominasi film horor saat ini di pasar domestik, seraya menambahkan, “Jika kita hanya mengandalkan satu atau dua genre, kita tidak memberi manfaat kepada penonton. Kita tidak memberi kemungkinan kepada penonton untuk berkembang dalam karya kita sendiri.” XPOSEINDONESIA/NS Foto : Instagram @anggsasongko