Jumat, Februari 21, 2025

Akhmad Sekhu Antara Wartawan dan Penyair

Kecil Besar

Adapun, Titiek Puspa menyampaikan apresiasinya, “Saya mengapresiasi dan menyambut baik, penerbitan buku ‘Memo Kemanusiaan’ karya Akhmad Sekhu ini. Banyak sekali tema di dalamnya, mulai tema Pandemi Covid-19 mengenai tenaga kesehatan sang pejuang kemanusiaan, hikmah dari pandemi, kita harus selalu cuci tangan, berjemur, hingga kita harus vaksin, sampai puisi menyinggung korupsi di tengah bansos pandemi yang sangat memilukan, kok tega sekali korupsi di tengah penderitaan masyarakat. Kemudian, tentang situasi negeri yang masih terbelah, juga masih derasnya urbanisasi, dunia perfilman, puisi-puisi religi tentang Ramadhan, puisi-puisi hujan, ibu, pernikahan, hingga tentang keluarga. Teruslah semangat berkarya! Tetaplah menulis puisi penuh dengan kejujuran dan ketulusan. Bangunlah kesadaran, ingatkan manusia yang lupa pada kemanusiaannya.”

Sekhu juga sedang menyiapkan terbitnya kumpulan cerpen “Semangat Orang-orang Jempolan” yang memuat kisah orang-orang  yang “hebat” dalam menjalani hidupnya dengan penuh  semangat. “Mereka ada di sekitar lingkungan hidup kita yang tampak sederhana, apa adanya, tapi sangat bersahaja, yang sebenarnya “hebat” bisa menjadi suri tauladan kita,” ungkap Sekhu mantap.

Kedua buku tersebut sebenarnya ingin menjadi semacam kado ultahnya yang ke-51, tapi karena Pandemi Covid-19 sehingga terbitnya tertunda. “Pada usia semakin menua, klta harus semakin memberi makna pada hidup kita, ” tegasnya.

Ada pepatah bijak, Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. “Kita manusia kalau mati yang diingat jasa-jasa kebaikan selama hidupnya dan saya ingin diingat karya-karya saya, ” pungkas Akhmad Sekhu optimis 

Karya-karya Akhmad Sekhu sudah banyak yang dijadikan bahan penelitian dan skripsi mahasiswa untuk mendapatkan gelar sarjana.

Cerpen karya Akhmad Sekhu berjudul ‘Berangkat’ terinspirasi dari kisah nyata di desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, dijadikan film pendek berjudul ‘Krenteg’, yang diikutkan di Festival Film Tegal (FFT) 2019 memborong banyak penghargaan FFT, yakni Aktris Terpilih (Rita Riyani), Aktor Terpilih (Ghieffari Ardiyansyah), Sutradara Terpilih (Marjo Klengkam Sulam), Poster Terpilih, dan Film Favorit.

Karya-karya Akhmad Sekhu, baik puisi, cerpen dan artikelnya, juga dimuat di banyak buku antologi bersama, di antaranya, Cerita dari Hutan Bakau (1994), Serayu (1995), Fasisme (1996), Mangkubumen (1996), Zamrud Khatulistiwa (1997), Tamansari (1998), Jentera Terkasa (1998), Gendewa (1999), Embun Tajalli (2000), Jakarta dalam Puisi Mutakhir (2001), Nyanyian Integrasi Bangsa (2001), Malam Bulan (2002), Nuansa Tatawarna Batin (2002), Aceh dalam Puisi (2003), Bisikan Kata Teriakan Kota (2003), Maha Duka Aceh (2005), Bumi Ini adalah Kita Jua (2005), Komunitas Sastra Indonesia: Sebuah Perjalanan (2008), Antologi Seratus Puisi Bangkitlah Raga Negeriku! Bangkitlah Jiwa Bangsaku! (Seratus Tahun Budi Utomo 1908-2008, diterbitkan Departemen Komunikasi dan Informatika RI, 2008), Murai dan Orang Gila (2010), Antologi Puisi dan Cerpen Festival Bulan Purnama Majapahit (2010), Kabupaten Tegal; Mimpi, Perspektif, dan Harapan (2010), Antologi Puisi Penulis Lepas (2011), Negeri Cincin Api (2011), Equator (antologi 3 bahasa; Indonesia, Inggris, Jerman, setebal 1230 halaman, 2011), Antologi Puisi Religi “Kosong = Ada” (2012), Ensiklopedi Gubernur Jakarta: dari Masa ke Masa (2012), Buku cerita anak-anak “Hantu Siul dan 14 Cerita Keren Lainnya” (2014), Memo untuk Presiden (2014), Puisi Menolak Korupsi 4: Ensiklopegila Koruptor (2015), Antologi Puisi ‘Syair Persahabatan Dua Bangsa’ 100 Penyair Indonesia-Malaysia (2015), Membaca Kartini: Memaknai Emansipasi dan Kesetaraan Gender (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak (2016), Ziarah Sunyi (2017), Hikayat Secangkir Robusta (2017), Buku Antologi Puisi Kemanusiaan dan Anti Kekerasan “Jejak Air Mata: Dari Sittwe ke Kuala Langsa” (2017), Kumpulan Puisi Wartawan Indonesia “Pesona Ranah Bundo” (2018) memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2018, Dari Negeri Poci 9: Pesisiran.(2019), Merenda Kata, Mendulang Makna; Proses Kreatif Sastrawan Jawa Tengah (2019), Pandemi Puisi (2020), Peradaban Baru Corona: 99 Puisi Wartawan-Penyair Indonesia (2020). Dari Negeri Poci 10: Rantau (2020), Kartini Menurut Saya (2021), Corona Pasti Berlalu; Mencatat Covid-19: Tragedi, dan Harapan Setelah Itu (2021), Antologi Puisi 114 Penyair Indonesia “Kebaya Bordir untuk Umayah” (2021), Dari Negeri Poci 11: Khatulistiwa (2021), Antologi Puisi 115 Penyair Indonesia “Seribu Tahun Lagi” (2021), Antologi Puisi Penyair Nusantara “Jakarta dan Betawi” (2021), Puisi Menolak Korupsi 8; “Korupsi di Korona” (94 Penyair Indonesia) (2021), Para Penyintas Makna (2021), Lima Titik Nol; Masyarakat Cerdas dalam Puisi (2022).

Must Read

Related Articles