Di kawasan Borobudur, perlu banyak dilakukan pengembangan di sektor Parektaf. Salah satunya pembangunan akses jalan dan infrastruktur menuju lahan otoritatif Badan Otorita Borobudur (BOB) yang mulai bisa dikerjakan dalam beberapa bulan ke depan.
Hal tersebut disampaikan Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno, usai mengikuti “Rapat Koordinasi Kemenko Marves Triwulan Dewan Pengarah Badan Otorita Borobudur”, yang berlangsung di Ruang Rapat Manohara, Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (20/5/2021).
Pembangunan akses jalan dan infrastruktur diperlukan untuk peningkatan lebar dan kualitas jalan masuk ke zona otorita dari Kabupaten Purworejo melalui Desa Sedayu sepanjang 23 km.
“Selanjutnya terkait status lahan yang sedang diupayakan pengurusan dari sertifikat APL (Area Penggunaan Lain) ke HPL (Hak Pengelolaan). Ini yang sedang kita proses dgn KLHK, targetnya bulan Juli ini untuk yang Polygon II dan bulan Desember untuk yang Polygon I,” kata Menparekraf Sandiaga Uno.
Untuk polygon I sendiri luas wilayahnya sebesar 21,22 Ha, sedangkan polygon II luas wilayahnya 31,12 Ha telah selesai pemenuhan syarat TMKH (Tukar Menukar Kawasan Hutan), sehingga poligon II diproyeksikan rampung lebih cepat dibandingkan dengan poligon I.
Selanjutnya, ada kerja sama jangka panjang dengan Perum Perhutani yang sudah ada dalam bingkai MoU Kemenparekraf dengan BUMN. Menparekraf mengatakan akan mendorong dewan pengarah untuk memastikan bahwa kerja sama tersebut bisa direalisasikan.
Terakhir, pembentukkan BLU (Badan Layanan Umum). BLU Badan Otorita Borobudur yg mengelola lahan otoritatif di purworejo dan wilayah koordinatif di tiga DPN, sudah masuk ke dalam tahap pembahasan dan evaluasi, diharapkan bisa segera selesai. Sedangkan BLU untuk Cagar Budaya juga akan diproses oleh Balai Konservasi Cagar Budaya karena berkaitan dengan pengelolaan , di zona satu dengan zona dua Candi Borobudur.
BLU ini adalah konsep yang diusung BOB dan dengan dukungan dari Bappenas sedang dijajagi dengan skema Public Private Partnership, karena anggaran yang dimiliki Kemenparekraf terbatas sementara tuntutan pembangunan lahan tersebut sangat tinggi. Maka dilakukan dengan pembangunan berbasis kemitraan pemerintah dan badan usaha (KPBU).