“Jadi pergerakan ini menghasilkan peningkatan kunjungan bagi wisatawan salah satunya melalui Grebeg Sudiro. Dampaknya luar biasa, ini event yang dikemas dengan baik secara waktu juga tepat berbarengan dengan Imlek dan kita saksikan penutupannya pada 22 Februari 2024. Kami akan menghitung dampaknya secara menyeluruh,” ujarnya.
‘Grebeg’ dalam tradisi Jawa, merujuk pada perayaan rutin dan ucapan syukur untuk memperingati peristiwa penting. Sementara ‘Sudiro’ diambil dari Kampung Sudiroprajan di sekitar Pasar Gede. Tradisi ini awalnya untuk memperingati ulang tahun Pasar Gede Hardjonagoro yang digagas oleh warga etnis Tionghoa dan Jawa di Kampung Sudiroprajan.
Dengan semangat kebhinekaan, Pemerintah Kota Solo mendukung Grebeg Sudiro sebagai perayaan tahunan. Grebeg Sudiro melibatkan dua kegiatan utama, yakni sedekah bumi dan kirab budaya. Sedekah bumi mengekspresikan rasa syukur pedagang Pasar Gede dan masyarakat sekitar.
Sementara kirab budaya melibatkan kebersamaan dua etnis, Tionghoa dan Jawa, dengan menampilkan tarian khas Jawa, serta pertunjukan Liong dan Barongsai.
Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, dikenal sebagai Kampung Pecinan karena dihuni banyak etnis Tionghoa. Wilayah ini mencakup Kampung Kepanjen, Balong, Mijen, Ngampil, Samaan, Ketandan, Limolasan, dan Balong Lengkong.
Dalam kesempatan tersebut hadir mendampingi Menparekraf Sandiaga, Direktur Pemasaran Nusantara Kemenparekraf/Baparekraf Dwi Marhen Yono dan Direktur Utama Badan Otorita Borobudur, Agustin Perangin-Angin. XPOSEINDONESIA Foto : Burkom Kemenparekraf