Solo City Jazz tetap mengedepankan konsep dasarnya yakni jazz, art, heritage dan batik. Konsep dasar tersebut terus dihadirkan sejak kali pertama SCJ ini digelar yaitu di tahun 2009. Lewat berbagai macam “sub genre” jazz disetiap tahunnya, memberi porsi khusus pada eksplorasi eksperimentasi jazz. Unsur-unsur tradisi nusantara juga diyakini memperkaya khasanah musik jazz masa kini.
Unsur art dipertahankan, antara lain bisa dilihat pada design panggung dan areal yang ditata secara artistik. Menjadi salah satu ornamen penting yang membedakan SCJ dengan festival jazz lain. Venue senantiasa mengetengahkan titik-titik spot heritage kota Solo. Adapun batik adalah menjadi kostum “wajib” bagi setiap performers yang tampil pada SCJ sejak pertama kali di 2009 lalu. Menyesuaikan keberadaan Solo, yang menjadi kota batik di nusantara.
Suasana kedaerahan sendiri memang dipertahankan sebagai salah satu ciri khas festival ini. Yaitu guyub, akrab, selalu di udara terbuka dan gratis. Dengan sifat gratisnya itu, maka sajian jazz yang dihidangkan dan diupayakan memiliki unsur hiburan, yang dapat dicerna mata dan telinga masyarakat penonton yang hetrogen.
C-Pro sebagai penggagas dan pelaksana festival musik tahunan ini yang bekerjasama dengan pemerintah kota Solo cukup sadar, bahwa SCJ telah menjadi daya tarik tersendiri lewat suguhan jazz nya. Tentunya jazz yang unik dan berjalan beriringan dengan budaya lokal./ XPOSEINDONESIA – AM