Saya dan Gerakan HaloPuan

- Advertisement -

Gerakan HaloPuan juga menyentuh isu kesehatan, yaitu gerakan melawan stunting akibat gizi buruk. Isu stunting adalah isu krusial negeri ini dan menyangkut masa depan generasi bangsa. Prevalensi stunting di Indonesia cukup tinggi mendekati angka 30 persen.  Angka itu jauh melebihi ambang batas toleransi WHO, yaitu maksimal 20 persen dari keseluruhan populasi balita.

Pemerintah menargetkan penurunan stunting di angka 14 persen namun angka riil penurunan stunting hingga saat ini masih di kisaran 1,6 persen. Kami juga memahami isu stunting pada banyak aspek berkelindan dengan masalah sosial lainnya, seperti sanitasi, akses air bersih, dan pangan.

Dalam gerakan melawan stunting bersama warga, kami akan membuat desa percontohan dan mempromosikan ekstrak bubuk daun kelor sebagai salah satu solusi memberantas gizi buruk. Daun kelor adalah tumbuhan yang disebut dunia sebagai “The Miracle Tree”. Daun kelor melalui pelbagai riset dan eksperimen telah terbukti mengandung sumber nutrisi kompleks yang sangat kaya.

- Advertisement -

Melalui pelbagai literatur dan video dokumenter dapat kita saksikan kesuksesan daun kelor dan bubuknya menjadi alat pengentasan malnutrisi di beberapa negara Afrika. Salah satunya program pengentasan gizi buruk di desa-desa di Senegal. Selain alasan itu, kami mempromosikan bubuk daun kelor karena tumbuhan itu ada di sekitar kita, terjangkau, dan mudah diproses.

HaloPuan juga akan mendedikasikan dirinya mendengar dan berkolaborasi dengan para seniman dan budayawan di sejumlah kota di Indonesia. Kami ingin mendengar dan menghayati denyut masalah yang dihadapi dunia sanggar dan teater atau para seniman, baik tradisional maupun modern. 

Kami tahu, bahkan sebelum Covid-19, seniman dan budayawan begitu susah-payah mempertahankan kelangsungan seni tradisi, sanggar, dan teater justru di tengah arus besar digitalisasi kehidupan. Mereka kesulitan akses untuk pentas dan berkesenian di tengah marak dan megahnya gentrifikasi kota.

- Advertisement -

Seniman dan budayawan tidak bisa dibiarkan sendirian. Bersama mereka, kami ingin mewujudkan kota yang ramah untuk berkesenian. Misalnya, mendukung kegiatan mereka dan membantu mereka mementaskan karya secara rutin di mal, RPTRA, stasiun, atau sudut-sudut kota lainnya.

- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -

Related news

- Advertisement -