Tidak mudah membuat kegiatan Seni Budaya berskala Internasional. Apalagi jika barkaitan dengan Seni Budaya, lebih khusus lagi Seni Musik Ethnic. Adalah Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) yang menerima mandat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menggelar acara World Ethnic Music Festival, bagian dari kegiatan World Culture Forum yang digelar di GWK Bali, 24 November 2013
Rapat-rapat awal di Kemendikbud dimulai sejak awal tahun 2013. Dharma Oratmangun – Ketua Umum KCI – bertanggung jawab pada sukses event Musik Internasional yang bersifat non-kompetitif ini. Rapat lebih intens dibahas sejak Juli 2013, dengan melibatkan banyak narasumber, buat memformulasikan tema, judul dan materi acara,
Gagasan paling luhur yang sejak awal dicanangkan Kemendikbud adalah, Indonesia harus menjadi basis segala hal yang berkaitan dengan kebudayaan. Lebih-lebih jika bicara tentang kebudayaan ‘daerah’, lebih khusus lagi musik etnik. Menurut etnomusikolog Franki Raden, tak ada satupun negara di dunia yang bisa menyamai Indonesia jika dikaitkan dengan seni etnik-nya. Dengan jumlah Provinsi 34 ( termasuk Provinsi baru Kalimantan Utara ), maka Indonesia adalah sorga dunia seni etnik.
Istilah World Music muncul kemudian, tatkala ada upaya besar memadukan musik etnik dengan musik modern, baik melalui nada maupun intrumennya. Mempertemukan budaya Timur dan Barat.
Nama-nama Guruh Soekarno dengan Guruh Gipsy, Gong 2000 yang memadu musik rock dengan gamelan Bali pimpinan Kompang Raka, Dwiki Dharmawan yang berawal dengan Krakatau, dan membawa angklung Mang Ujo ke panggung Java Jazz. Viky Sianipar dengan Eksplorasi Musik Batak dan Franki Raden dengan Orkes Nusantara, juga etnomusikolog Rizaldi Siagian, alm Ben Pasaribu dari Medan Dasri Bali ada Ayu Laksmi dan Swara Semesta, sedang alm. Sapto Rahardjo dengan Festival Gamelan –nya di Yogya, Djaduk Ferianto yang kondang dengan Orkes Sinten Remen dan Quaetnika-nya ( Yogya ) adalah bagian kecil dari para musisi yang peduli pada kekayaan Nusantara dan mengangkatnya ke tingkat dunia.