
Ada yang perlu dicermati atau diamati, apakah betul Jakarta menjadi “jazzy” saat panggung Java Jazz Festival (JJF) digelar?
Menjadi “lebih” jazzy, sebenarnya konkritnya seperti apa? Begini deh. Coba kita Simak, apakah setelah JJF digelar kemudian publik yang berduyun-duyun datang mau menularkan “rasa dan kesukaannya” terhadap jazz? Atau “menyebarluaskan” virus jazz ke keluarga, atau lebih luas ke lingkunan pergaulannya, mungkin?
Hal ini perlu diperhatikan. Karena inii besar pengaruhnya untuk keberlangsungan JJF itu sendiri.
Bayangkan, JJF itu telah menjadi sebuah festival jazz yang besar. Bahkan, tercatat sebagai festival jazz terbesar di Asia Tenggara. Dan salah satu yang terbesar di dunia.
Semestinya, setelah itu diikuti dengan “pengaruh besar” dalam hal menyebarkan “situasi dan kondisi” jazz, kemana-mana. Paling tidak di Jakarta, ya tentu lebih bagus lagi, jika bisa ke seluruh Indonesia dong.
Banyak Pesaing
Di sisi lain, JJF tidak lagi menjadi sebuah keriaan besar, festival musik yang paling ramai di Jakarta.
Saat kelahirannya di tahun 2005, JJF memang terhitung “menghenyakkan” publik. Karena ada sebuah festival yang sedemikian besar di Jakarta. Tapi itu hanya berjalan mungkin sekitar 7-8 tahun pertama.
Berikutnya, bermunculanlah festival-festival musik lain. Dengan menampilka beraneka genre musik. Sungguh, mereka menjadi “pesaing serius” bagi JJF.
Persaingan terutama dalam memikat hati para penonton. Para “kompetiter” itu bersaing dengan menampilkan aneka rupa genre.
Memang tidak biasa dipungkiri, pesonas suksesnya penyelengaraan JJF kemudian menginspirasi bermunculannya festival jazz lain di seluruh Indonesia.
Bahkan di satu ketika, pernah ada yang mengklaim bahwa dalam setahun di berbagai daerah di Indonesia pernah terselenggara hampir 100 panggung festival jazz.
Sebagian mencoba “meniru” JJF, walau sulit untuk bisa sebesar JJF. Walau pada akhirnya, sebagian besar festival jazz tersebut toh tidak berusia panjang. Hanya sanggup bertahan 3 atau 4 kali penyelenggaraannya. Lantas, berhenti.
Dikelola dengan Rencana Matang
Sementara JJF tetap eksis dan bertahan, bahkan sampai 20 tahun hingga tahun ini. Karena JJF dijalankan dengan relatif baik oleh Java Festival Production, yang kini dipimpin oleh Dewi Gontha.
Dewi adalah putri dari founder JJF, Peter F. Gontha.
Tentu saja, festival kalau sudah sebesar JJF, pastilah tak mudah untuk menjalankannya. Kalau menurut Peter Gontha, ia sendiri tak memiliki impian atau harapan terhadap JJF, untuk berkembang lebih besar lagi misalnya.
“Tak lagi ke situ. Saya berkeinginan, JJF bisa jalan terus. Terus bertahan, dengan saya atau tanpa saya. Tidak lagi penting, JJF harus lebih besar lagi. Mempertahankan keberlangsungannya, tentu lebih penting.”
Dewi sendiri berharap ia dan tim bisa mempertahankan JJF dengan sebaik-baiknya. Menjaga kontinuitasnya.
Dewi, di kesempatan itu menyebut, mempertahankan JJF jelas tidak mudah. Hal ini langsung disetujui sang Ayah.
Tantangan terbesar JJF sempa terjadi saat pandemi covid pada tahun 2019, misalnya. Beruntung, pemerintah saat itu berjuang tetap menjaga kehidupan lebih baik, nama Indonesia tetap dapat bersinar di luar negeri. Salah satunya ya dengan musik. Namun tetap wajib menerapkan “social distancing” yang sebaik-baiknya.
Di tahun ke-20 penyelenggaraan JJF, adakah yang spesial dari JJF?
“Dua puluh tahun adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan kenangan indah, canda, tawa, dan air mata. Java Festival Production menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah mendukung festival ini. Baik itu sponsor dan partner yang telah memberikan dukungan yang tak ternilai,” ungkap Dewi,
Masih menurut Dewi, ia juga berterima kasih kepada para musisi yang telah mempersembahkan karya terbaik.
“Tak lupa juga para penonton setia yang telah menjadi saksi perjalanan festival dan rekan-rekan media yang telah menyebarkan melodi Java Jazz Festival ke seluruh penjuru. Tanpa dukungan semua itu, Java Festival Production tidak akan bisa mencapai di titik ini,” ujar Dewi Gontha, Presiden Direktur,
Memanjakan Pencinta Musik
Dalam perayaan 20 tahun ini, Jakarta International BNI Java Jazz Festival akan mempersembahkan serangkaian acara istimewa yang akan memanjakan para pencinta musik.
Festival akan mengundang kembali beberapa musisi yang telah menjadi bagian dari sejarah, serta menampilkan talenta-talenta muda yang akan membawa warna baru dalam dunia musik.
Untuk menandai tonggak sejarah 20 tahun yang penting ini, Jakarta International BNI Java Jazz Festival akan mempersembahkan serangkaian proyek spesial yang dirancang untuk menyenangkan para penggemar musik.
Serkligus menyambut kembali para artis yang telah memainkan peran penting dalam sejarahnya, sekaligus memperkenalkan bakat-bakat baru yang akan membawa energi baru dalam dunia musik.
“Java Jazz Festival percaya bahwa musik adalah bahasa universal yang dapat menyatukan perbedaan. Kami juga berkomitmen untuk terus menghadirkan musik berkualitas bagi masyarakat Indonesia dan dunia,” tambah Dewi, yang tertulis dalam rilis resmi pihak Java Festival Production.
Pada tahun 2025 JJF akan menampilkan 11 panggung pertunjukkan musik, yang tersebar di areal JIExpo Kemayoran, Jakarta.
Seperti biasa, semua stages tersebut, akan menyajikan beragam musik, dan tentu saja dengan pelbagai bentuk jazz dan turunannya.
Headliners pada tahun ini antara lain ada nama-nama yang popular di dunia musik internasional, seperti Tunde (lead vocalist Lighthouse Family), Raye serta Jacob Collier.
Nama-nama lain ada Lettuce, Jane Monheit. Pianis Jesus Molina, selain kelompok jazz funk asal Kanada, Busty & The Bass. Serta penampilan khusus dari The Stevie Wonder Celebration, yang akan mengusung berbagai hits dari sang legenda, Stevie Wonder. Justin Lee Schultz, selain grup accapella, Straight No Chaser yang unik.
Lalu kelompok yang dimotori drummer asal Inggris, Yussef Dayes Experience. Dan banyak lainnya. Termasuk Snarky Puppy, yang seru itu.
Selain itu kembali tampil, “langganan” performers menarik yang senantiasa tampil memeriahkan JJF. Antara lain, Ron King Big Band, Jeff Lorber Fusion. Atau Hammond organ player, Tony Monaco. Ada pula Micahel Paulo, yang kali ini tampil bareng BPM. Bersama Brian Bomberg dan Paul Brown.
Tak lupa ada penampilan yang tak kalah menarik, salah satu nama legendaris 80-an, Shakatak.
Sementara untuk performers dari negeri sendiri ada Nyoman Paul, Nonaria x horns Big Band, Endah & Rhesa Extended, Rieka Roslan & Nadadara. Syahravi, The Lantis lalu Rizky Febian. Selain ada Barry Likumahuwa, Adikara, Andien juga Tompi.
Dan penampilan seru grup baru yang dipimpin langsung oleh Peter Gontha, PFG & The Groove Syndicate.
Java Jazz Festival 2025, akan diadakan pada Jumat 30 Mei, Sabtu 31 Mei dan Minggu 1 Juni.
Tiket baik terusan maupun daily pass, sudah bisa didapatkan terutama di website resmi penyelenggara, www.javajazzfestival.com. So peoples, Let’s Jazz! XPOSEINDONSIA/dm Foto : Gideon Momongan