Di konser Suarasmara, Andien merangkum perjalanan dua setengah dekade kariernya dalam satu malam yang utuh—elegan, eksperimental, hangat, dan sepenuhnya personal. Bersama Tohpati Orkestra, ia merajut kembali fragmen musikal yang pernah membentuknya: dari citra penyanyi jazz muda, sosok elegan yang matang, hingga sisi centil yang selalu ia anggap sebagai bagian sah dari dirinya. Konser ini bukan sekadar kilas balik, melainkan pernyataan bahwa evolusi tidak harus memutus akar—justru merangkulnya menjadi narasi baru.
Kinanti: Jejak Awal Keberanian Berkarya
Salah satu pondasi perjalanan itu adalah Kinanti (2002), album kedua yang menandai gebrakan awal Andien keluar dari label yang melekat padanya. Produsernya, Indra Lesmana, mendorong Andien muda untuk berbicara dari “usia sebenarnya,” menghadirkan suara remaja yang jujur dalam spektrum jazz, pop, dan bossa yang cair. Dari fase inilah karakter musikal Andien bertumbuh: luwes, tak pernah statis, dan berani menembus batas.
Orkestra Sebagai Rumah Cerita
Keragaman genre yang pernah ia jelajahi kemudian dijahit ulang lewat pendekatan orkestra arahan Tohpati. Format orkestra dipilih karena mampu menghadirkan lanskap bunyi yang lebih luas, lembut, dan manis—memungkinkan semua fase musikal Andien berpadu tanpa saling menenggelamkan. Dalam ruang sonik itu, kejernihan jazz awal, warna pop yang ramah, bossa yang intim, hingga fase mellow yang dewasa bergerak harmonis.
Di Istora Senayan pada Sabtu malam (15/11/2025), Andien membuka konser dengan pengakuan yang membuat suasana menjadi hangat, “Dari kecil aku selalu bikin kasur di rumah seperti panggung besar dengan ribuan penonton… dan malam ini mimpi itu aku wujudkan.”
Ia mengajak ribuan orang memasuki “dunia Andien”—ruang imajinasi yang selama 25 tahun membentuknya sebagai salah satu penyanyi paling konsisten bereksperimen di Indonesia. Deretan kolaborator lintas generasi seperti Indra Lesmana, Vina Panduwinata, Diskoria, Wijaya 80, hingga White Chorus memperkaya cerita yang dibangun di atas panggung.
Empat Babak, Empat Wajah Andien
Konser ini dirancang seperti empat babak perjalanan: jazz klasik yang menjadi akar, eksplorasi pop yang memperluas cakupannya, sentuhan etnik yang memunculkan kedalaman baru, hingga euforia disko yang menutup malam dengan cahaya. Dari total 26 lagu, termasuk beberapa medley, penonton tidak hanya mendengar musik—mereka menyaksikan transformasi.
Fashion: Bahasa Kedua yang Sama Kuatnya
Sejak awal karier, tubuh mungil Andien selalu menjadi kanvas bercerita. Playful, full-color, edgy, kadang retro, kadang lembut—tidak pernah sama dari satu panggung ke panggung lain. Di Suarasmara, identitas visual itu mencapai titik paling megah.
Andien menggandeng desainer seperti Hian Tjen, Ivan Gunawan, Dibba, dan Eddy Betty untuk membangun perjalanan visual yang selaras dengan dramaturgi musiknya.
- Babak Jazz: siluet elegan bernapas nuansa big band.
- Eksplorasi Pop: warna cerah, motif berani, dan layering khas Andien.
- Sentuhan Daur Ulang: detail sustainable yang terinspirasi dari gagasannya soal keberlanjutan.
- Final Berkilau: gaun rancangan Eddy Betty sebagai puncak euforia.
Fashion dan musik di tangan Andien bukan dua elemen yang berjalan sendiri-sendiri—keduanya saling menjelaskan, saling memperkuat.
Ruang Pamer: Kreativitas Andien yang Meluber ke Seluruh Istora
Di balik megahnya panggung, satu hal lain membuat Suarasmara terasa seperti dunia penuh yang ia ciptakan dari nol: perhatiannya terhadap setiap sudut ruangan. Andien tidak hanya mempersiapkan lagu dan kostum; ia ikut memikirkan keseluruhan pengalaman penonton dari detik pertama mereka memasuki venue.
Ruang pamer interaktif di area luar konser menjadi bukti sentuhan kreatif itu. Penonton berjalan melewati gerbang besar dari plastik daur ulang sebelum memasuki instalasi karya Dusdukduk, Viro, Kreaby, Nouvwerk, hingga Setali Indonesia—semuanya berbahan daur ulang, semuanya merefleksikan visi Andien tentang keberlanjutan.
Lebih personal lagi, beberapa busana asli miliknya juga dipamerkan: baju pink dari cover album pertama, kostum era Sahabat Setia, dan arsip-arsip fashion yang sengaja ia simpan untuk momen seperti ini.
“Aku berusaha nge-keep baju-baju itu,” ujarnya.
Sebagai mitra keberlanjutan, Rekosistem memastikan seluruh sampah konser dikelola secara bertanggung jawab—membuat konsep ramah lingkungan ini bukan hanya estetika, tetapi tindakan nyata.
Aldo Liputo dari promotor Redline menegaskan betapa besarnya peran Andien di balik produksi ini.
“Andien intervensi full sampai 90 persen. Bahkan area outdoor—hal-hal detail yang biasanya tidak terpikir promotor—semua dia pikirkan,” katanya.
Pada akhirnya, ruang pamer ini bukan sekadar pemanis. Ia menjelaskan satu hal penting: bahwa Andien adalah seniman yang membangun dunia, bukan hanya pertunjukan. Seorang performer yang merancang bukan hanya panggung, tetapi pengalaman. Bahwa dalam Suarasmara, musik, mode, ruang, dan nilai keberlanjutan hidup berdampingan—mengalir, saling menopang, dan menyatu sebagai perayaan 25 tahun perjalanan.XPOSEINDONESIA/Nini Sunny Foto : Muhamad Ihsan




