Menyadari kompleksitas dan kendala permasalahan di bidang perfilman tersebut menyebabkan film Indonesia belum menjadi Tuan/Nyonya di negeri sendiri. Film Nasional masih sering dianggap kurang mencerminkan wajah Indonesia dan kurang mampu menjadi “benteng” budaya Bangsa. Begitupun mengenai terbatasnya SDM Perfilman yang mumpuni, Teknologi Perfilman (IPTEK) yang masih tertinggal, adanya persaingan film nasional dengan film impor, serta pasar film nasional yang jauh lebih kecil dari potensi yang ada.
Terkait Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N), Badan tersebut sebenarnya belum pernah di bubarkan, hanya pengurusnya yang tidak ada. Meski sekarang ada Badan Perfilman Indonesia (BPI), hal tersebut berbeda tugas pokok dan fungsinya dengan BP2N. BPI adalah lembaga swasta mandiri yang tidak memiliki anggaran dari APBN karena BPI merupakan bagian dari bentuk peran-serta masyarakat. Sementara BP2N, memiliki peran dan fungsi lebih kuat, karena juga berfungsi sebagai lembaga/badan arbitrase, yang bertugas memberi masukan/saran kepada pemerintah terkait perfilman, baik diminta maupun tidak diminta.
Di akhir pertemuan, para pimpinan organisasi perfilman sepakat, untuk mengundang Menteri Kebudayaan hadir di Pusat Perfilman H. Usmar Ismail untuk berdialog dalam waktu yang tidak terlalu lama. “Bukan kita yang menghadap untuk audiensi, tapi Menterinya yang kita undang untuk berdialog. Karena kita belum tau Menterinya berkantor di mana?”, demikian pungkas Deddy Mizwar di akhir pertemuan. XPOSEINDONESIA Penulis : Nasaruddin Siradz dan Toto Sugriwo. Foto Dokumentasi