Penting, Jurnalis Bersikap Merdeka dalam Pilpres

- Advertisement -
- Advertisement -

“Sekarang ini, setiap orang bisa jadi pemimpin redaksi.  Dan bikin kartu nama sebagai wartawan. Sehingga, kesadaran dan kemandirian pers tidak sebesar dulu,” kata Nugroho.

Perkembangan sosial media yang dengan sangat cepat, menurut Nugroho juga  melahirkan setiap orang menjadi wartawan.  Dan kemudian muncul pula istilah jurnalisme warga. “Di mana setiap orang bisa merekam  sebuah peristiwa dan menyebarkannya,” kata Nugroho.

Namun, sayangnya dengan keterbatasan pengetahuan,  mereka membuat berita tanpa dasar yang jelas seperti layaknya wartawan menulis berita,  dengan patokan rumusan wartawan menulis  berita yang   harus memuat 5 W .

- Advertisement -

“Di sinilah muncullah  istilah berita hoax, dan kebanyakan dibuat oleh pelajar  dan mahasiswa. Awalnya, mereka tidak menyadari  apa yang dibuat  itu sebagai berita hoax.  Mereka membuat  berita tidak lengkap asal usulnya!”  

Nugroho  menyebut bersama AJV,  ia kemudian  masuk ke berbagai sekolah dan kampus, untuk memperkenalkan pola penulisan berita yang benar.

Dalam jangka panjang,  Nugroho melihat jusrnalistik mainstream, harus bisa belajar dari  pola jurnalisme warga.  “Jujur saja, sekarang kondisinya terbalik. Banyak media mainstream belakangan ini  yang mengambil  (bahan) dari jurnalisme warga yang tersebar di  sosial media. Ini harusnya membuat kita sadar, dan tidak berlebihan. Jangan juga membuat persyarat macam-macam. Seperti ujian kompetensi  watawan yang tidak jelas!” katanya di tengah sekitar lebih dari 100 peserta diskusi, di antaranya  21 Mahasiswa BSI jurusan Broadscast.

- Advertisement -

*Jujur dan Adil*

Sementara itu Yusuf Rizal, Wartawan Senior, Ketua Umum PWMOI sekarang ini tidak ada kemerdekaan bagi wartawan  dan sikap wartawan  sekarang ini lebih nanyak memperhtungkan bagaiamana mendapat cuan. “Di atas semua itu, kepentingan politik para pemilik media, menjadi dominan. Dan ini mengurangi kemerdekaan dalam melihat  dan menyajikan informasi secara jujur dan adil  (Jurdil).”

Dalam konteks pilpres , di lapangan  wartawan dan pemilik media  faktanya  sudah terkotak-kotak. “Harapan  kita wartawan  bisa kembali ke khitohnya, yang punya idealis  tapi realistis!”

Sedangkan Bivitri  Susanti SH  menyebut peran media harus ditempatkan kembali secara jujur dan adil dalam mengawasi pilpres mendatang. “Misalnya, kita tahu sekarang ini, meski ada KPU,  Bawaslu, Panwaslu,  banyak poster  dan baliho dari pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang sudah bertebaran, meski belum masuk masa kampanye.  Dan media mestinya harus bisa menyikapi kondisi ini!”

Sementara itu,  dalam kaitan dengan profesi  wartawan di AJV, Bivitri mengusulkan harus ada self regulation yang mengatur para anggota, “agar wartawan AJV bisa bekerja lebih professional dan mandiri, sehingga  free and fair election dalam Pilpres bisa diterapkan,“ ujar Bivitri. XPOSEINDONESIA Foto : Dokumentasi AJV

para pembicara dalam diskusi publik yang digelar ajv di hotel amaris pancoran 1111
para pembicara dalam diskusi publik yang digelar ajv di hotel amaris pancoran 1111
- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -

Related news

- Advertisement -