
Tiga event besar yang punya penggemar cukup banyak di Indonesia, yakni Java Jazz Festival (JJF), Jember Fashion Carnaval (JFC) dan Tour de Singkarak dikirim untuk berlaga di ajang Aseanta Awards 2016 di Manila. Ini merupakan sebuah perebutan prestasi di dunia kepariwisataan ASEAN.
Dan ada amanat penting dari Menteri Pariwisata Arief Yahya, bahwa ke enam kategori yang dilombakan dalam ajang ASEANTA AWARDS 2016 (Best Tourism Article, Best Tourism Photo, Best Airline Program, Best Marketing, Best Cultural Preservation Effort, Best Tourism Attraction) wajib dimenangkan.
Sebelum dinyatakan terpilih sebagai wakil Indonesia, JJF, JFC dan TdS lebih dulu dinilai oleh Panitia Seleksi yang terdiri dari sejumlah tokoh pariwisata yang bertindak sebagai “Juri”. “Saya dilibatkan sebagai nara sumber untuk ikut melihat kekuatan masing-masing event.,” ungkap Bens Leo. “ Proses seleksi dari masing-masing event persis seperti sedang mengikuti sidang akhir kuliah,” ungkap Bens sambil menyebut beberapa nama Juri utama seperti Wahyu Indrasto (Majalah Eksekutif), Tantie Koestantia (Ikatan Pencinta Batik Nusantara), Thamrin. B. Bachri, Hasiyanna Ashadi (Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies).
Awalnya, JJF dan JFC dinilai tidak terlalu orisinal, karena memiliki kemiripan dengan ajang sejenis di luar negeri. Bens Leo kemudian memberi semacam kesaksian, bahwa tak ada lagi kegiatan yang original di muka bumi ini. “Bahkan celana blue jeans yang kita pakai pun bukan original miliki kita!” ungkap Bens.
Bens menuturkan bahwa, JJF yang dilahirkan oleh Peter F Gontha meskipun bisa saja dilihat sekilas oleh orang awam mirip dengan penyelenggaraan North Sea Jazz Festival di Belanda, namun JJF memiliki kekuatan berbeda dan kini bernuansa sangat kental Indonesia.
Misalnya, hampir di setiap tahun, selalu dimunculkan musisi jazz Indonesia memainkan musik dan alat musik tradisi. Ivan Nestorman pernah muncul memainkan Sasando, Dwiki Dharmawan pernah bersepanggung dengan Bobby Mc Ferrin, dan Dwiki kuat memainkan musik bernuansa etnik Jawa Barat.
“Pada akhirnya, kemasan semacam ini membuat JJF punya ciri khas dengan kualitas dan penampilan yang berbeda dari pentas jazz manapun di luar negeri!” ungkap Bens Leo lagi.
Sementara itu khusus untuk JFC, kekuatannya justru menonjol terlihat dari kegigihan Presiden JFC, Dynand Fariz yang mengorganisir kegiatan yang sudah berlangsung sepanjang 14 tahun itu. Ia bukan hanya mengorganisir kegiatan JFC sebagai sebuah parade semata, tapi juga menumbuhkembangkan fashion baik sebagai profesi maupun bergerak sebagai bisnis.
Dynand fariz juga melobi sekolah sekolah dari tingkat SD hingga perguruan tinggi untuk mengajak para murid terlibat baik sebagai desainer maupun sebagai model. Para murid ini bahkan mendanai sendiri project desain baju mereka!
Beberapa pengamat menilai JJF, JFC juga Tour de Singkarak punya peluang besar untuk menang di ajang ASEANTA khususnya kategori Marketing. “Jika menang alhamdulilah karena Indonesia memang ingin sekali berprestasi di ajang Aseanta Awards tahun ini,” ujar Asisten Deputi Bidang Pemasaran Mancanegara Kemenpar, Noviendi Makalam ketika dihubungi di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya di acara malam Anugrah Branding Pariwisata Indonesia yang diselenggarakan di Balairung Soesilo Soedharman, kantor Kemenpar, 30 November, I Gede Pitana, Deputi Bidang Pemasaran Mancanegara menjelaskan, “Optimis tiga event itu memberi harapan kemenangan di ajang Aseanta 2016,” ujar I Gede Pitana.
I Gede Pitana menambahkan, ia menyimpan harapan menang di semua kategori. Namun yang paling diincar di ajang Aseanta 2016 yakni lewat kategori The Best Aseanta Airline Program (diwakili Garuda Indonesia), The Best Aseanta Cultural Preservation Effort, (Sawung Ujo, Kampung Naga, Ramayana Ballet, Baduy dan Wae Rebo), Best Tourism Attraction diwakili (Gumuk Pasir Parangkusumo, Blue Fire dan Taman Nusa Bali).