“Semua terjadi begitu saja,” tulis Laksamana. Tanpa sepengetahuannya, sewaktu menjadi penguasa tertinggi di Pertamina pada tahun 2003 Laksamana Sukardi langsung dihadapkan dengan deretan list penyakit Pertamina yang harus segera ditangani. Pada saat itu mantan presiden Megawati Soekarnoputri memerintahkan kepada Laks untuk mengamankan pasokan BBM menjelang pemilu 2004.
Di saat yang sama kondisi Pertamina sedang krisis, sebab Pertamina baru menjadi perseroan terbatas, lalu kondisi likuiditasnya juga memburuk, dan talangan subsidinya kian membengkak.
Laks berhasil menyiasati permasalahan itu dengan cara membatalkan banyak kerja sama Pertamina dengan perusahaan lain yang dinilai memerlukan banyak waktu dan biaya.
Namun, keberhasilan ini adalah pemantik persengketaan kasus VLCC dengan PT Karaha Bodas Company (KBC). Pada saat itu dua kapal tanker besar pembawa minyak mentah atau Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina masih dalam tahap penyelesaian di galangan kapal Hyundai, Korea Selatan.
Untuk menghindari penyitaan oleh PT KBC, Laks menyiasatinya dengan cara melakukan divestasi VLCC. Melalui proses transaksi internasional yang adil dan juga dibantu oleh perusahaan perbankan investasi Goldman Sachs, Pertamina berhasil melakukan penjualan hak kepemilikan kapal VLCC kepada Frontline senilai US$130,8 juta. Hasil penjualan tersebut menguntungkan Indonesia sebanyak US$53,2 juta.
Di sisi lain, kesuksesan divestasi VLCC malah menjadi bahan utama yang dipergunakan berbagai kelompok dan lembaga negara Indonesia untuk menjatuhkan Laks.
Pada tahap inilah ia merasakan kekejian belenggu nalar yang belum pernah ia alami. Mulai dari datangnya tuduhan dari media dan surat kabar, bahwa Laks membawa kabur uang senilai US$125 juta ke luar negeri. Lalu, munculnya surat panggilan Laks ke pengadilan ajaib Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang salah kaprah dan baru ada untuk pertama kalinya!
Terakhir, serangan sekelompok anggota DPR RI yang sampai repot-repot membuat Pansus demi untuk membuktikan bahwa Laks melakukan korupsi–padahal tuduhan surat kabar dan KPPU sudah terbantahkan dan tidak ditemukan sedikitpun indikasi korupsi atau dampak merugikan negara.