Setamat pesantren, Gundono melanjutkan pendidikan ke Jurusan Teater di Institut Kesenian Jakarta. Namun, kemudian pindah Jurusan Pedalangan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (kini Institut Seni Indonesia Surakarta).
Slamet Gundono lulus dari STSI di tahun 1999. Di tahun yang sama, ia mendirikan komunitas Sanggar Wayang Suket dan mengembangkan seni pewayangan, dengan memperkenalkan wayang dari bahan rumput dan menyajikan pertunjukan wayang yang keluar dari pakem yang telah baku.
Soal wayang suket, Gundono telah memulainya sejak tahun 1997 , saat menyelenggarakan pertunjukan pertama di Riau, Sumatra. Saat itu ia menyuguhkan pertunjukan wayang dari rumput (bahasa Jawa : wayang suket) untuk pertama kali dengan lakon “Kelingan Lamun Kelangan”.
Dan judul tersebut memuat arti sangat dalam. Seperti termuat dalam tulisan Endi Aras pada buku “Anugerah Kebudayaan dan Pengharhaan Mastro Seni Tradisi 2013… “Sebuah judul yang memiliki arti dalam. Seumpama kita ini memiliki barang yang sudah rusak sekalipun, kita tidak perah mengurusinya. Tapi begitu barang kita diambil orang, baru kita geger dan meributkannya. Itulah pengertian judul itu,” imbuh dalang kelahiran Tegal itu dengan logatnya yang masih kental.
Ukulele dan Modernisasi Panggung
Meskipun awalnya banyak diprotes, ia tanpa bisa dicegah menjadi ikon wayang suket. Di luar iu, Gundono dianggap dalang yang senang melanggar pakem. Dalam setiap pentas, selain menembang, Gundono pandai pula memainkan ukulele.
Kreativitasnya mengalir tak terbendung. Konsep panggungnya pun tak sungkan memasukan sisi teknologi sebagai bagian dari modernisasi panggung. Karya macam ini pada akhirnya menampilan eksperimen yang berbeda dengan para dalang jaman bahelula. Dan, ia pun layak menyandang sebutan “Ki Dalang”, sebagai mana layaknya Dalang profesional.
Gundono pun dengan mudah memanggungkan karyanya di seluruh pelosok negeri, bahkan hingga manca negara. Gundono tercatat pernah manggung di Gedung Royal Hall, Inggris saat membawakan “Spirit Bhagawad Gita” 28 Juli 1996. Juga pernah tampil dengan Padepokan Lemah Putih mementaskan “Shering Time” di Inggris (1997). Itu hanya dua contoh dari sekian banyak kesempatan Gundono tampil di luar negeri.