
Bung kemudian melompat lebih kesatria. Kali ini hanya duduk menjadi produser untuk film “Cahaya dari Timur” (2014).
Ini sebuah film dengan tema bagus yang diperankan Chico Jerikho dan disutradarai Angga Dwimas Sasongko. Di sana diperlihatkan keinginan menyelamatkan anak-anak dari konflik agama yang terjadi di Ambon melalui sepak bola.
Namun membaurkan anak-anak yang berbeda agama dalam satu tim speak bola justru menyebabkan perpecahan.
Tema kuat ini lagi-lagi memperlihatkan perlunya menyikapi keberagaman yang ada di Indonesia dengan niatan yang bersih. Dan perlu orang muda untuk selalu menyuarakannnya. Bung Glenn dengan jantan mengambil langkah itu.
Usai itu, Glenn muncul lagi menjadi produser pada film “Filosofi Kopi” (2015) dan “Surat dari Praha” (2016).
Di panggung musik Indonesia, Penyanyi Terbaik AMI 2001 ini secara cepat bertumbuh menjadi sosok kawakan dengan bakat ganda. Ia bukan hanya merilis album dan naik panggung untuk mempromosikan diri sendiri.
Ia pun naik panggung untuk menghormati pendahulunya, dan bintang bintang musik yang dikaguminya. Glenn tercatat pernah naik panggung untuk Tribute Chrisye (2009) .
Kemudian di hari ulang tahunnnya, 30 September 2016, ia merayakan 30 tahun Ruth Sahanaya berkarya. Pentas bertajuk Tanda Mata (TNDMT) Glenn Fredly untuk Ruth Sahanaya ini digelar di Balai Sarbini, Jakarta.
Konser ini pun membawa pesan regenerasi dan kepedulian Glenn terhadap industri musik Indonesia. Dan tema ini dijadikannya sebagai tradisi tahunan.
Karena pada 30 September 2017 di Gandaria City Hall, Mall Gandaria City, Bung kembali menggelar Konser #TNDMT. Kali ini untuk kelompok band Slank.
Jauh sebelum itu, pada 2013 Bung membentuk Trio Lestari bersama Sandy Sondhoro dan dr. Tompi. Trio yang menampilkan genre musik pop dan jazz ini merilis album bertajuk “Wangi” (2014).
Mini album berisi tujuh lagu itu, mengangkat lagu yang sudah popular seperi “Gelora Cintaku”, “Nurlela”, dan “Sakitnya Disini.”
Trio Lestari kemudian terlihat banyak tampil di televisi, bahkan beberapa kali menggelar konser tunggal dengan ide panggung yang tak biasa. Salah satunya, ketika tampil di Mall Kota Kasablaca, mereka menggambarkan sejarah musik Indonesia dari pemerintahan jaman Soekarno hingga hari ini.
“Kami ingin belajar dari sejarah yang ada, tentang budaya pop yang ada, tentang lagu lagu pop yang ada. Di mana jaman Soeharto, misalnya, lirik berisi kritik dilarang. Sementara di era Soekarno muncul pelarangan membawakan lagu lagu Barat,’ ungkap Glen dalam press conference, 14 November 2014
Trio Lestari kemudian seperti beralih bentuk menjadi Duo Lestari, (Tompi dan Glenn) dan banyak muncul sebagai pemandu acara diskusi lewat Narasi TV. Mereka mengundang tokoh nasional mendiskusikan hot issue tentang perbedaan pendapat, juga perbedaan agama itu biasa. Di tengah perbedaan itu tetap bisa terjalin komunikasi dengan indah.
Lokomotif RUU Musik
Sebagai orang muda yang penuh inspirasi baru, Glenn juga memikirkan banyak hal untuk perkembangan industri musik.
“Glenn adalah lokomotif untuk pembahasan lahirnya RUU Musik yang digodok juga bersama Anang Hermansyah (yang waktu itu masih menjabat sebagai anggota DPR,” ungkap wartawan musik senior, Bens Leo.
Karena ragam manuver Glenn di dunia kesenian ini pula, Bens Leo mengusulkan pria ini menerima Anugerah Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2018.
“Banyak yang sudah dilakukan Glenn, salah satunya adalah menggagas berlangsungnya Konferensi Musik Indonesia di Taman Budaya, Maluku Ambon 2018!”
Lepas dari urusan musik dan film, Glenn Fredly diketahui merupakan salah satu pendiri PT Ruang Riang Milenial (RRM), yang turut mendirikan M Mbloc Space bekerjasama dengan Perum Peruri.