Jumat, Februari 21, 2025

Glenn Fredly Wafat : Firasat Di Ujung Waktu

Kecil Besar

Bung kemudian melompat lebih kesatria. Kali ini hanya duduk menjadi produser untuk film “Cahaya dari Timur”  (2014).

Ini   sebuah film dengan tema  bagus yang diperankan Chico Jerikho dan disutradarai  Angga Dwimas Sasongko. Di sana diperlihatkan keinginan  menyelamatkan anak-anak dari konflik agama yang terjadi di Ambon melalui sepak bola.  

Namun membaurkan anak-anak yang berbeda agama dalam satu tim speak bola justru menyebabkan perpecahan.

Tema kuat ini lagi-lagi memperlihatkan perlunya menyikapi keberagaman yang ada di Indonesia dengan niatan yang bersih. Dan perlu orang muda untuk selalu menyuarakannnya.  Bung Glenn  dengan jantan mengambil langkah itu. 

Usai itu,  Glenn muncul lagi menjadi produser pada film  “Filosofi Kopi” (2015)  dan “Surat dari Praha” (2016). 

Di panggung musik  Indonesia, Penyanyi Terbaik AMI 2001  ini secara cepat bertumbuh menjadi sosok  kawakan dengan  bakat  ganda.  Ia bukan hanya merilis album  dan naik panggung untuk  mempromosikan diri sendiri.  

Ia pun naik panggung untuk menghormati pendahulunya,  dan bintang bintang musik yang dikaguminya. Glenn tercatat pernah naik panggung untuk Tribute Chrisye (2009) .

Kemudian di hari ulang tahunnnya, 30 September 2016, ia merayakan 30 tahun Ruth Sahanaya berkarya. Pentas bertajuk Tanda Mata (TNDMT) Glenn Fredly  untuk Ruth Sahanaya ini digelar di Balai Sarbini, Jakarta.  

Konser ini pun membawa pesan regenerasi dan kepedulian Glenn terhadap industri musik Indonesia.  Dan tema ini dijadikannya sebagai  tradisi tahunan.

Karena pada 30 September 2017 di Gandaria City Hall, Mall Gandaria City, Bung kembali menggelar Konser #TNDMT. Kali ini  untuk kelompok band Slank. 

Jauh sebelum itu, pada 2013 Bung membentuk Trio Lestari bersama Sandy Sondhoro dan dr. Tompi. Trio yang menampilkan genre musik pop dan jazz  ini merilis album bertajuk  “Wangi” (2014).

Mini album berisi tujuh lagu itu, mengangkat lagu yang sudah popular seperi “Gelora Cintaku”, “Nurlela”, dan “Sakitnya Disini.”

Trio Lestari kemudian  terlihat  banyak tampil di televisi, bahkan beberapa kali menggelar konser tunggal  dengan ide panggung yang  tak biasa. Salah satunya,  ketika tampil di Mall Kota  Kasablaca, mereka menggambarkan sejarah musik Indonesia dari pemerintahan jaman Soekarno hingga hari ini. 

“Kami ingin belajar dari sejarah yang ada, tentang budaya pop yang ada, tentang lagu lagu pop yang ada. Di mana jaman Soeharto, misalnya, lirik  berisi kritik dilarang. Sementara di era Soekarno muncul pelarangan membawakan lagu lagu Barat,’ ungkap Glen dalam press conference, 14 November 2014

Trio Lestari  kemudian seperti beralih bentuk menjadi Duo Lestari,  (Tompi dan Glenn)  dan  banyak muncul  sebagai pemandu acara diskusi lewat Narasi TV. Mereka mengundang  tokoh nasional mendiskusikan hot  issue tentang perbedaan pendapat, juga perbedaan agama itu  biasa.  Di tengah perbedaan itu tetap bisa  terjalin komunikasi dengan indah. 

Lokomotif RUU Musik

Sebagai orang muda yang penuh inspirasi baru, Glenn juga memikirkan  banyak hal untuk perkembangan industri musik.

“Glenn adalah lokomotif untuk  pembahasan lahirnya RUU Musik yang digodok juga bersama Anang Hermansyah (yang waktu itu masih menjabat sebagai anggota DPR,”  ungkap wartawan musik senior, Bens Leo.

Karena ragam  manuver Glenn di dunia kesenian ini pula, Bens Leo mengusulkan  pria ini menerima  Anugerah Kebudayaan dari  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2018. 

“Banyak yang sudah dilakukan Glenn, salah satunya adalah  menggagas  berlangsungnya Konferensi Musik Indonesia di Taman  Budaya, Maluku Ambon 2018!”

Lepas dari urusan musik dan film, Glenn Fredly diketahui merupakan salah satu pendiri PT Ruang Riang Milenial (RRM), yang turut mendirikan M Mbloc Space bekerjasama dengan Perum Peruri.

Must Read

Related Articles