
Meskipun hanya dua jam perjalanan dari Jakarta, Desa Tegalangus memiliki 150 balita stunting. HaloPuan memulai gerakannya dari desa di Pantai Utara
Jawa itu.
Desa Tegalangus hanya satu kilometeran dari Pantai Tanjungpasir, pantai di utara
Jawa, yang menghubungkan Kabupaten Tangerang, Banten, dengan Kepulauan
Seribu, Jakarta, melalui jalur laut. Setiap harinya, belasan kapal motor menanti di
bibir pantai dan siap mengantar manusia, kebutuhan pokok, dan bahkan sepeda
motor dari Tanjungpasir ke Kepulauan Seribu, terutama pulau Untung Jawa, dan
begitu pula sebaliknya.
Pada Sabtu, 19 Juni 2021, sekitar pukul 10 pagi, diiringi rintik hujan yang
membasahi Tegalangus sejak subuh, ibu-ibu dan balita mereka berbondongbondong
mendatangi kantor kepala desa. Kantor ini menempati kompleks yang
terdiri dan puskesmas desa dan sebuah sekolah dasar negeri.
Satu demi satu mereka menuju meja pendaftaran. Tiga perempuan dengan kaos
putih bertuliskan “Gerakan Melawan Stunting” di bagian depan dan “HaloPuan” di
bagian belakang berjaga di meja tersebut. Kemudian perempuan-perempuan itu
bergerak menaiki anak tangga yang sedikit curam. Hati-hati mereka melangkah
hingga mencapai sebuah ruangan kira-kira seukuran lapangan bulutangkis.
Sambil memangku balita mereka, mereka menanti acara berlangsung. Di bagian
depan ruangan itu, yang lantainya lebih tinggi tersedia tiga meja bertaplak ungu. Di
belakangnya, spanduk putih membentang. Di tengah spanduk, empat baris tulisan
terbaca: “Gerakan Melawan Stunting; bersama HaloPuan; Bergerak Bersama
Warga”. Sementara di sisi kanannya, foto Puan Maharani bergaun cokelat seakan
menatap para ibu dan balita mereka.
Inilah gerakan perdana HaloPuan dalam melawan stunting. HaloPuan adalah
lembaga sosial Puan Maharani. Menurut Poppy Astari, relawan HaloPuan, Puan
Maharani menyadari banyak masalah sosial di tengah masyarakat yang dapat
diatasi jika politisi mau mendengar dan bekerja bersama warga. “Kerja sama ini tidak
hanya menjelang pemilu tapi berkelanjutan,” kata Poppy.
Data berbicara bahwa angka prevalensi stunting di Indonesia cukup tinggi, sekitar
30,8% dari jumlah seluruh balita. Angka ini lebih tinggi daripada rata-rata prevalensi
Ibu-ibu Tegalangus mendaftar pada gerakan HaloPuan Melawan Stunting
(19/6) stunting di dunia sebesar 22%. Dalam soal stunting, Indonesia menjadi yang
tertinggi ketiga di kawasan Asia Tenggara setelah Timor Leste (50,2%) dan Filipina
(33%). Sementara, di Indonesia, Jawa menempati posisi tertinggi dalam angka
stunting dengan 48,5%.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak tinggal diam. Presiden telah berkomitmen
menurunkan angka prevalensi stunting hingga 14% pada 2024. Tapi, penurunannya
sejauh ini berjalan lamban, hanya sekitar 1,6% per tahun.
Puan Maharani karenanya memandang stunting tidak bisa diatasi oleh pemerintah
sendirian. Dibutuhkan kerja sama banyak pihak. “Penanganan stunting tidak bisa
hanya dilakukan pemerintah. Butuh gotong royong dari seluruh pihak dan pemangku
Backdrop Gerakan HaloPuan Melawan Stunting di Tegalangus (19/6).
kepentingan,” kata Puan ketika masih menjadi Menteri Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan.
Stunting sendiri, menurut ahli gizi Puskesmas Tegalangus, Delvira Miftahul Jannah,
merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis.
Kondisi ini bisa terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan, atau masa 9 bulan
kehamilan plus 2 tahun menyusui. “Inilah yang disebut periode emas,” kata Delvira
yang tampil memberi penyuluhan dalam acara HaloPuan itu.
Kondisi stunting berdampak pendek sekaligus panjang terhadap anak. Dalam jangka
pendek, balita akan mudah sakit. Tinggi badannya tidak sesuai dengan usia, pendek
atau sangat pendek. Performa kognitifnya juga buruk, seperti perhatian dan memori
belajarnya yang kurang. Setelah dewasa, anak lebih berisiko terkena penyakit yang
berhubungan dengan pola makan, seperti diabetes, gagal ginjal, dan hipertensi.
“Maka itu sangat penting untuk mencegah stunting,” kata Adel, sapaan akrab
Delvira.
Adel mengatakan ada tiga faktor utama penyebab stunting. Pertama, pola asuh.
Kedua, lingkungan berupa akses kepada air bersih dan sanitasi layak. Ketiga, pola
makan. “Jadi, pendek karena faktor genetik itu kecil, hanya menyumbang sekitar
5%,” ujarnya.