Lukisan tersebut sebagai bentuk protes yang sangat lantang di tengah pemerintah Orde Baru yang sangat represif dan militeristik, juga sebuah perlawanan, sekaligus tantangan yang cukup menantang kepada penguasa.
Kritikus Seni Yusuf Susilo yang mengenal Hardi sejak 80-an di Taman Ismail Marzuki (TIM) dan Balai Budaya, Jakarta menyebut, “Suhardi orang yang blak-blakan. Dia sangat percaya diri. Suhardi adalah seniman yang membawa ekponen gaya baru,” katanya.
Suhardi, yang selalu mengusung tema-tema sosial dalam setiap karyanya, menurut Yusuf adalah perupa yang berani melawan dan mengkritik Soeharto. “Namun karya-karyanya banyak dikoleksi anak-anak keluarga Cendana,” kata Yusuf lagi.
Dalam memelihara persahabatan itu antara benci dan rindn rindu. Dia pintar menjalin jaringan dan punya hubungan baik juga dengan penguasa
Tujuannya, jelas Yusuf, untuk menciptakan ‘pasar’ dari karya-karyanya. “Itu merupakan bagian dari marketingnya untuk survival (bertahan hidup),” jelas Hardy
Yusuf juga mengatakan Hardi ingin meniru kesuksesan Raden Saleh dan Basuki Abdullah. “Dia menyebut dirinya sebagai seniman intelektual. Karya-karyanya juga sarat kebangsaan,” kata Yusuf yang berinisiatif mengusulkan Hardi bisa mendapat penghargaan dari pemerintah atas karyanya tersebut. XPOSEINDONESIA -NS Foto : Dudut Suhendra Putra