Mengenang Pelukis Hardi Dalam Diskusi Budaya

- Advertisement -
- Advertisement -

Pelukis Hardi wafat pada Kamis, 28/12/2023 dan dimakamkan di pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Dalam peringatan tujuh hari kepergiannya,  diselenggarakan diskusi budaya berjudul ‘Suhardi Presiden Pelukis Penyampai Kebenaran’ di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta, Rabu (3/1/24) yang dihadiri oleh para seniman, jurnalis, budayawan, usahawan dan mahasiswa.

- Advertisement -

Agenda diskusi selain menghadirkan Ketua Komite Seni Rupa DKI Aidil Usman,  nampak pula Kurator Seni Rupa Bambang Asrini Wijanarko, Novelis Fanny Jonathans Poyk dan Kritikus Seni Yusuf Susilo Hartono dengan moderator Amien Kamil.

Konsisten Berkaya Kritikal

“Sepertinya, setelah dia,  tidak ada lagi sosok seniman seperti Suhardi yang sangat konsisten dalam berkarya dan kritikal,” ungkap Ketua Komite Seni Rupa DKI Aidil Usman,

- Advertisement -
Menyalin

Menurut Aidil  Usman, sosok Suhardi adalah seniman yang lantang dalam menyampaikan kritik. “setiap peristiwa penting dan bernilai sejarah selalu bisa dijadikan ‘nilai’ dalam setiap karya lukisan Suhardi!” ujar Aidil.

Sementara Fanny  Jonathans Poyk  mengenal Hardi sejak kanak-kanak umur 6 tahun  saat tinggal di Bali  dan diajak ayahnya untuk melihat kehidupan para pelukis di Bali menyebut, keseharian Hardi memang sangat peuh kritik.  “Itu (Kritik) sebagai bentuk jalur kesenian yang dipilihnya. Kritik terhadap pemerintah itu sebagai bentuk kejujuran dan dia tidak munafik,” paparnya.

Meski banyak yang suka dan tidak suka terhadapnya, menurutnya Suhardi adalah seniman yang memiliki karakter kuat dan spontanitas dengan karyanya.

Perancang Gerakan Seni Rupa Baru

Bernama lengkap R.  Soehardi Lahir di Blitar, 6 Mei 1951 dan menyelesaikan kuliah di STSRI ASRI Yogyakarta, kemudian mendapat beasiswa untuk kuliah di Jan Van Eyc Academie, Maastricht, Belanda.

Hardi adalah salah seorang perancang “Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia”.  Namanya menjadi viral saat ditangkap Laksuda Jaya pada Desember 1978, karena lukisan foto dirinya, dengan pakaian jendral berbintang berjudul “Presiden tahun 2001, Soehardi”. 

Lukisan tersebut sebagai bentuk protes yang sangat lantang di tengah pemerintah Orde Baru yang sangat represif dan militeristik, juga sebuah perlawanan, sekaligus tantangan yang cukup menantang kepada penguasa.

Kritikus Seni Yusuf Susilo yang mengenal Hardi  sejak 80-an di Taman Ismail Marzuki (TIM) dan Balai Budaya, Jakarta menyebut,  “Suhardi orang yang blak-blakan. Dia sangat percaya diri. Suhardi adalah seniman yang membawa ekponen gaya baru,” katanya.

Suhardi,  yang selalu mengusung tema-tema sosial dalam setiap karyanya,  menurut Yusuf  adalah perupa yang berani melawan dan mengkritik Soeharto. “Namun karya-karyanya banyak dikoleksi anak-anak keluarga Cendana,” kata Yusuf lagi.

Dalam memelihara persahabatan itu antara benci dan rindn rindu. Dia pintar menjalin jaringan dan punya hubungan baik juga dengan penguasa

Tujuannya, jelas Yusuf, untuk menciptakan ‘pasar’ dari karya-karyanya. “Itu merupakan bagian dari marketingnya untuk survival (bertahan hidup),” jelas  Hardy

Yusuf  juga mengatakan  Hardi ingin meniru kesuksesan Raden Saleh dan Basuki Abdullah. “Dia menyebut dirinya sebagai seniman intelektual. Karya-karyanya juga sarat kebangsaan,”  kata Yusuf yang  berinisiatif mengusulkan Hardi bisa mendapat penghargaan dari pemerintah  atas karyanya tersebut. XPOSEINDONESIA -NS Foto : Dudut  Suhendra Putra

diskusi hardi
diskusi hardi
diskusi hard dsp 03i
diskusi hard dsp 03i
- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

- Advertisement -