Meski berbicara tentang warga kelas ekonomi rendah, film ini tidak terjebak dalam romantisasi persoalan kemiskinan. Melalui kemampuan membingkai dalam kamera, pembuat film berhasil membangun karakter. Tidak hanya sebagai gambar yang ditangkap, tapi juga sebagai frame-frame dengan estetika kamera yang orisinil dan khas untuk masing-masing karakter.
Pembuat film juga berhasil membangun tokoh-tokoh cerita sebagai bagian yang organik dalam kalangan warga yang disorot. Cerita film singkat dan padat, dengan penuh kesadaran pada persoalan riil sosio-politik yang tidak dibuat-buat menjadi sebuah isu besar.
Sebagai catatan dari para juri Geber Award yang mewakili komunitas di Indonesia memilih ‘Turah’ (Wicaksono Wisnu Legowo) karena menggambarkan kisah manusia-manusia tak sempurna yang dipermainkan oleh raksasa (baik individu ataupun sistem) yang ironisnya ketika kita utak-atik dalam tingkatan politik, sosial, ekonomi, budaya atau keadaan yang berbeda tetap saja terjadi pada siapapun dan dimanapun menjadi sangat dekat dan kontekstual dengan kondisi hari ini, bahkan jika kita bicara mengenai dalam tingkat komunitas film.
Tahun ini JAFF telah memutar 138 judul film dari 27 negara yang tersebar di kawasan Asia Pasifik, di tiga lokasi utama yang berbeda: Gedung Societet, Empire XXI dan Taman Budaya Yogyakarta. Jumlah film Indonesia yang diputar di JAFF totalnya sebanyak 60 film, terdiri dari 16 film panjang dan 44 film pendek. Total pengunjung yang hadir selama enam hari festival berlangsung sebanyak 8000 pengunjung. Sampai jumpa di 12th Jogja-NETPAC Asian Film Festival! XPOSEINDONESIA/Teks dan Foto Panitia NETPAC Asian Film Festival
More Pictures