Film etnik Biak “Suara Angganeta” yang menyabet penghargaan nominasi khusus festival film etnik nusantara memuat jeritan hati perempuan Papua terhadap berbagai fakta sosial yang terjadi di masyarakat.
Ketua teater Orchid Papua Agustina Klorway Kbarek di Biak, Senin, mengakui, pemain film “Suara Angganeta” adalah kaum ibu-ibu Papua yang menyuarakan isi hati perempuan dalam berbagai kondisi sosial masyarakat seperti masalah peredaran minuman keras, pengrusakan lingkungan, kasus kekerasan dalam rumah tangga hingga aspek pendidikan anak.
“Kritik sosial yang diperankan ibu-ibu Papua di film merupakan sesuatu yang baru untuk menggugah hati para pemimpin daerah untuk tetap memperhatikan berbagai fakta sosial yang harus ditangani tuntas,” ungkap Agustina Kbarek.
Ia mengakui, akting otodidak perempuan Papua dalam film “Suara Angganeta” sangat menyentuh nilai kemanusiaan.
Dia berharap, film etnik “Suara Angganeta” menjadi simbol perjuangan ibu-ibu Papua dalam menyuarakan kedamaian dan keadialan sosial yang terjadi di tanah Papua.
“Meski dengan keterbasan sarana dan prasarana namun teater Orchid Papua mampu menampilkan film etnik nusantara yang mengangkat persoalan sosial masyarakat kampung,” ungkapnya.
Sementara itu, Suradara Film “Suara Angganetha” Herry mengakui, pemain film “Suara Angganeta” merupakan kelompok ibu-ibu Papua yang bermain secara ototidak dan sederhana namun sangat menyentuh hati nurani bagi orang yang menonton fllm lokal Biak.
“Suara jeritan ibu-ibu Papua melalui film Suara Angganeta perlu ditonton karena sangat orisinal, ototidak dan apa adanya,” katanya.
Film etnik penyabet nominasi khusus festival film etnik nusantara 2015 ini diputar pada acara syukuran dan seminar peran media terhadap perjuangan perempuan Papua. XPOSEINDONESIA/DSP
More Pictures
Film “Simanggale” Juara I FFEN 2015 di Biak
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -