Dewa Budjana bisa disebut sebagai musisi dengan kreativitas paling lengkap. Ia bisa bermain di wilayah komersil dengan kelompok band GIGI, ia juga sangat luwes bermain di wilayah yang dinilai sebagian orang sebagai ranah idealis dan tempat bergumul dengan “art” ketika mengerjakan project pribadi. Ia seolah piawai “membelah diri”.
Dwiki Dharmawan memuji kehadiran Dewa Budjana sebagai musisi yang sangat produktif. “Ia adalah aset bangsa,” kata Dwiki saat menghadiri konser dan peluncuran album solo terbaru Budjana bertajuk “Hasta Karma.” di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2015).
Dan “Hasta Karma” merupakan album instrumental yang menjadi bukti Budjana piawai membelah diri tadi. Album ini berisi enam komposisi yakni “Saniscara”, “Desember”, “Jayaprana”, “Ruang Dialisis”, “Just Kidung” dan “Payogan Rain”.
“Ruang Dialisis” sendiri diambil dari album Dewa sebelumnya yang kemudian direkam ulang. Karya terbaru dari musisi berusia 51 tahun itu dikerjakan di studio Kaledioscope sound, Union City, New York.
Ini menjadi album internasional Budjana yang ke-4 dan merupakan album solonya yang kedelapan. Budjana melibatkan beberapa musisi internasional kelas premium seperti Joe Locke (vibrafon), Ben Williams (upright bass), dan Antonio Sanchez (drum) untuk mengisi rythm section.
Sanchez sendiri adalah komposer yang menangani musik di film “Birdman.” Dan sukses menggondol empat piala di Academy Awards ke-87 alias Oscar 2015. “Saya beruntung bisa berkolaborasi dengan Anthonio Sanchez,” ungkap Budjana menjelaskan proses kerja album ini saat jumpa pers peluncuran albumnya.
Budjana juga menjelaskan, alasan ia memilih proses rekaman di luar negeri.. “Kenapa saya rekaman di luar negeri? Karena saya mau dapat respon mereka, mereka menganggap lagu-lagu ini melodinya simple, tapi kadang mereka juga menganggap sulit karena instrumen yang berbeda,” tutur pria kelahiran Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, 30 Agustus 1963.
Meski berkolaborasi dengan sejumlah musisi asing, Budjana tidak melepaskan tradisi Bali sebagai akar budayanya. Itu sebabnya, musik gamelan Bali tetap terdengar di albumnya ini. ”Sebagai orang Bali, itu muncul secara natural. Dan itu juga bisa terjadi pada penggarapan lagu Gigi,” paparnya.
Dalam kesehariannya yang bersahaja, Dewa Budjana terlihat cukup sibuk, di samping berkarya untuk Gigi dan beberapa projek pribadi, ia adalah suami dari Putu Borowati sekaligus ayah dari dua anak yakni Devananda dan Dawainanda.
Dengan kesibukan semacam itu, Budjana mengaku harus pandai mencari waktu untuk menggarap lagu. Terlebih, ia mengaku bukan tipikal seniman yang berkarya dengan duduk diam menunggu datangnya ide.
“Kalau nunggu mood, sudah enggak ada waktu. Saya justru banyak bekerja saat dalam perjalanan dengan pesawat. Rasanya tenang, terlebih ketika semua orang tidur, dan nggak ada yang mengajak ngobrol,” ujar Budjana
Budjana mengaku sering mengandalkan laptopnya dalam menuangkan ide saat berada di atas pesawat. Komposisi musik yang ada di benaknya langsung diterjemahkan ke dalam bentuk partitur.
“Saya senang pakai komputer. Kalau enggak ada (komputer), biasanya saya nulis tangan. Kebanyakan saya buat melodi, bukan rythm karena saya enggak bisa rythm,” ujar Budjana.
Album “Hasta Karma” beredar di Indonesia di bawah label milik Budjana, Gitarku Records, dan didistribusikan oleh Demajors. XPOSEINDONESIA/NS Foto : Dudut Suhendra Putra