Festival Film Dokumenter (FFD) 2025 resmi bergulir di Yogyakarta, membawa semangat baru bagi perkembangan film dokumenter Indonesia. Pembukaan berlangsung pada 21 November 2025 di Langgeng Art Foundation, menandai dimulainya rangkaian pemutaran film, diskusi, lokakarya, hingga forum jejaring yang membuka ruang lebih luas bagi publik untuk terhubung dengan pengetahuan dan praktik kreatif berbasis dokumentasi.
Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kementerian Ekraf/Badan Ekraf) menyatakan dukungan penuh atas penyelenggaraan FFD tahun ini. Menteri Ekraf/Kepala Badan Ekraf, Teuku Riefky Harsya, menegaskan bahwa dokumenter memiliki peran strategis dalam memperkuat literasi publik serta menggerakkan ekonomi kreatif berbasis riset dan pengetahuan. “Dokumenter bukan hanya karya audio-visual, tetapi arsip, refleksi, dan edukasi publik. Kementerian Ekraf melihat FFD sebagai ruang penting untuk memperkuat kompetensi kreator, membangun ekosistem berbasis data dan riset, serta membuka kolaborasi hexahelix yang memperkuat daya saing kreator Indonesia,” ujarnya pada Senin, 24 November 2025.
Sebagai festival yang telah berjalan selama hampir seperempat abad, FFD terus memantapkan peran sebagai ruang tumbuhnya para sineas dokumenter dan lahirnya talenta baru yang memperkaya wajah perfilman nasional. Melalui kurasi program dan forum pendidikan, festival ini berupaya memperluas ekosistem pemutaran alternatif serta membangun kultur menonton yang kritis di tengah publik.
Dukungan pemerintah pusat juga telah terbangun melalui dialog yang berlangsung pada 22 Oktober 2025, ketika penyelenggara FFD melakukan audiensi di Autograph Tower, Jakarta. Pertemuan yang dipimpin Wakil Menteri Ekraf Irene Umar itu menggambarkan tantangan nyata yang dihadapi pelaku dokumenter, mulai dari monetisasi karya, keberlanjutan finansial kreator, hingga keterbatasan ruang pemutaran. Deputi Bidang Kreativitas Media, Agustini Rahayu, menegaskan pentingnya memperkuat rantai nilai dokumenter dan jaringan distribusi, termasuk kemitraan dengan platform digital agar karya Indonesia mampu menjangkau pasar yang lebih luas. “FFD berkontribusi fundamental dalam membangun kultur menonton yang kritis, memperluas distribusi pengetahuan, dan membuka ruang bagi sineas muda untuk bereksperimen,” ujarnya. “Festival dokumenter membantu daerah tumbuh menjadi pusat kreativitas yang menghasilkan peluang ekonomi baru.”
Memasuki penyelenggaraan ke-24, FFD hadir dengan tema yang merayakan keberagaman perspektif dan relevansi dokumenter dalam masyarakat. Melalui program film, diskusi, dan ruang pendidikan, FFD menjadi titik temu antara sineas, akademisi, komunitas film, pelajar, hingga masyarakat luas—sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 yang menempatkan kreativitas sebagai motor transformasi ekonomi.
Komitmen Kementerian Ekraf memperkuat ekosistem film dokumenter kini diarahkan pada pengembangan dari hulu ke hilir: peningkatan kapasitas kreator, produksi berbasis riset, perluasan akses pemutaran, dan peluang monetisasi melalui kemitraan strategis lintas sektor. Bagi pemerintah, ruang edukasi, riset, dan dialog publik seperti FFD merupakan fondasi penting bagi ekosistem film yang adaptif dan resilien, sekaligus memperkuat posisi ekonomi kreatif sebagai the new engine of growth.

