Rumah produksi Falcon Pictures bersiap menghadirkan kisah sosok penyair besar Indonesia, Chairil Anwar, ke layar lebar.
“Kami percaya, kisah Chairil adalah kisah tentang keberanian untuk hidup dengan caranya sendiri. Tentang semangat yang tak pernah padam, bahkan setelah raga tiada,” ujar Frederica, produser Falcon Pictures, dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (12/11).
Film ini akan mengangkat perjalanan hidup Chairil Anwar — pujangga yang mengguncang zamannya lewat karya-karya legendaris seperti Aku, Karawang-Bekasi, Doa, dan Diponegoro. Puisi-puisi Chairil bukan sekadar deretan kata, melainkan letupan jiwa muda yang menolak tunduk, menantang zaman dengan keberanian dan kejujuran.
Melalui proyek film “Chairil Anwar”, Falcon Pictures ingin menghadirkan kembali sosok sang penyair bukan hanya sebagai ikon sastra, tetapi sebagai manusia seutuhnya — yang mencintai, memberontak, dan hidup sepenuh tenaga.
“Dengan film ini, kami ingin menyalakan kembali ingatan kolektif bangsa tentang kata, tentang keberanian, dan tentang manusia yang menulis hidupnya dengan tinta abadi,” tambah Frederica.
Kabar ini juga diumumkan melalui akun resmi Instagram Falcon Pictures, menampilkan potret ikonik Chairil dengan ajakan kepada publik untuk menebak siapa aktor yang paling cocok memerankan sang penyair muda yang hidupnya pendek, namun membara.
“Film Chairil Anwar. Segera di bioskop. Menurut kalian siapa yang cocok berperan sebagai Chairil Anwar?” tulis Falcon dalam unggahan tersebut.
Tentang Chairil Anwar
Lahir di Medan, 26 Juli 1922, Chairil Anwar dikenal sebagai pelopor Angkatan ’45, generasi sastrawan yang membawa semangat kebebasan dan pembaruan dalam sastra Indonesia. Dalam hidupnya yang singkat — ia meninggal pada 28 April 1949 di usia 26 tahun — Chairil meninggalkan lebih dari 70 karya, termasuk 96 puisi, yang sebagian besar menggugat kemapanan dan menegaskan eksistensi manusia yang bebas dan merdeka.
Prestasi terbesarnya adalah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa ekspresi modern — tajam, personal, dan penuh daya hidup. Melalui puisinya Aku, Chairil menegaskan kemerdekaan individu yang abadi dalam kalimat yang menggema hingga kini:
“Aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang…”
Warisan Chairil bukan hanya pada kata, tetapi pada keberanian untuk menulis hidupnya dengan nyala yang tak pernah padam. XPOSEINDONESIA Foto : dok Falcon

