“Tanpa terlepas dari belenggu nalar maka seseorang tak akan bisa melihat dan mengambil keputusan dengan tepat.” – Laksamana Sukardi.
Laksamana mengajak pembaca untuk membuka mata terhadap masalah perekonomian Indonesia melalui kisah perjalanannya sewaktu menghadapi berbagai tuduhan korupsi kasus VLCC yang dilancarkan oleh beberapa lembaga negara. Tampak berat memang, tapi dalam penulisan buku ini Laks (nama panggilannnya) menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mampu dicerna oleh pembaca umum—termasuk saya yang awam dengan topik perekonomian dan politik semacam ini.
Dalam buku berjudul Belengu Nalar, Laksamana menjelaskan bahwa “belenggu nalar” adalah benalu di balik pincangnya perekonomian Indonesia sehingga banyak pihak terjalar yang ingin menjebloskannya ke penjara sebagai koruptor.
Namun, seiring berjalannya waktu, nyatanya tuduhan itu dipatahkan oleh fakta dan kejujuran Laks. Menurutnya, “belenggu nalar” diartikan sebagai nalar manusia yang terkontaminasi oleh nafsu kekuasaan dan hasrat mengabdi kepada atasan serta menghancurkan eksistensi mitra politik yang berseberangan atau berbeda pendapat.
Kengerian itu dialami Laksamana Sukardi secara langsung dalam perjalanan karirnya sewaktu menjabat menjadi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada tahun 2001-2004.
Laksamana menyajikan analisis hukum komprehensif dengan bahasa sederhana, beserta analogi guna memudahkan pembaca memahaminya. Buku ini diawali dengan pendahuluan, diisi beberapa sub bab dan diakhiri dengan penutup yang disusun secara rinci tapi efisien.
Tak hanya itu, adanya kisah perjalanan karir Laks secara tidak langsung membawa pembaca untuk mengupas persoalan lebih intim. Dalam buku ini Laks memulai dengan menunjukkan hasil diagnosanya terhadap perekonomian Indonesia yang merosot sekitar tahun 1980-an dan berakhir stagnan di kelas negara berkembang hingga sekarang. Setelah itu barulah dijelaskan secara kronologis akan konspirasi tuduhan korupsi kasus kapal tanker besar pengangkut minyak mentah atau VLCC yang menimpanya.