Keheningan di area parkir bersama Gedung TCC Batavia Tower, Jakarta Pusat, pada siang bolong akhir Juni lalu berubah menjadi petaka yang menyisakan trauma mendalam. Insiden jatuhnya serpihan kaca dari lantai 46 gedung perkantoran tersebut kini resmi memasuki babak baru di ranah hukum. Seorang perempuan berinisial HN (49), yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut, memutuskan untuk menuntut keadilan setelah upaya penyelesaian kekeluargaan berakhir buntu.
Peristiwa yang terjadi pada 30 Juni 2025 sekitar pukul 12.10 WIB itu bukan sekadar kecelakaan kerja biasa. HN, yang telah menjadi penyewa di kawasan tersebut selama lebih dari tujuh tahun, baru saja keluar dari kendaraannya saat material kaca menghujam dari ketinggian. Akibatnya, HN menderita luka terbuka di bagian kaki dan kendaraan miliknya mengalami kerusakan serius. Tak hanya HN, laporan di lapangan menyebutkan terdapat dua kendaraan lain yang turut terdampak, bahkan salah satunya mengalami kerusakan parah hingga atap mobil berlubang.
Langkah hukum ini diambil setelah korban merasa pihak pengelola tidak menunjukkan itikad baik yang proporsional. Didampingi tim kuasa hukum dari Kantor Hukum Pristina & Co, HN menyambangi Polda Metro Jaya pada Rabu (17/12/2025). Berdasarkan arahan petugas, laporan tersebut akan diteruskan ke Polres Metro Jakarta Pusat dan instansi teknis terkait di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Salah satu poin krusial yang disoroti dalam kasus ini adalah minimnya penanganan darurat dari pihak pengelola gedung saat insiden terjadi. Bukannya mendapatkan pertolongan pertama dari petugas keselamatan gedung, HN justru harus dibantu oleh rekan yang dikenalnya untuk segera dilarikan ke Rumah Sakit Mintohardjo.
Kuasa hukum korban, H. Gamal Muaddi, S.H., M.Kn., menyayangkan tidak adanya standar prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang terlihat di lokasi saat itu. Menurutnya, dampak dari kejadian ini jauh lebih luas daripada sekadar luka fisik. Kliennya harus menjalani perawatan medis selama dua pekan dan hingga kini masih dihantui ketakutan untuk kembali ke area gedung.
“Klien kami masih mengalami trauma berat dan belum berani kembali ke lokasi kejadian,” ujar Gamal saat memberikan keterangan di Lobby Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Trauma ini dinilai secara signifikan mengganggu produktivitas dan aktivitas keseharian korban sebagai pekerja di kawasan tersebut.

Sebelum memutuskan menempuh jalur laporan polisi, pihak HN mengaku telah mengedepankan komunikasi persuasif. Mediasi telah diupayakan sejak Agustus 2025, termasuk pertemuan secara daring pada Oktober 2025 dengan pengelola gedung, PT Langgeng Gemilang Sejahtera. Namun, alih-alih mendapatkan kompensasi yang adil atas kerugian fisik, materiil, dan psikologis, korban justru menghadapi respons yang mengejutkan.
“Alih-alih mendapatkan penyelesaian, klien kami justru menerima somasi. Itu yang akhirnya mendorong kami mengambil langkah hukum sebagai upaya terakhir,” kata Gamal. Ia menegaskan bahwa laporan ini diajukan untuk mendapatkan kejelasan hukum dan memastikan tanggung jawab penuh dari pihak pengelola.
Diluar persoalan pidana, tim kuasa hukum yang terdiri dari H. Gamal Muaddi, Irma Tutik Dwiningsih, R. Heru Noto Dewo, dan Abdul Kodir Batubara juga berencana membawa persoalan ini ke Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) Jakarta Pusat. Fokus utamanya adalah audit terhadap Sertifikat Laik Fungsi (SLF) Gedung TCC Batavia Tower.
Kejadian kaca pecah di gedung tinggi merupakan ancaman serius bagi keselamatan publik. Muncul dugaan bahwa insiden serupa bukanlah yang pertama kali terjadi di gedung tersebut, sehingga evaluasi menyeluruh terhadap standar pemeliharaan material bangunan menjadi sangat mendesak. “Pertanyaan besarnya, bagaimana mungkin kaca gedung lantai tinggi bisa pecah dan jatuh hingga menimbulkan korban? Ini menyangkut keselamatan publik,” ujar Gamal menekankan pentingnya transparansi mengenai penyebab pecahnya kaca tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pengelola Gedung TCC Batavia maupun PT Langgeng Gemilang Sejahtera selaku pengelola belum memberikan keterangan resmi terkait laporan tersebut. Kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi para pengelola gedung tinggi di Jakarta untuk lebih memperketat pengawasan infrastruktur demi menjamin keamanan setiap pekerja maupun pengunjung.XPOSEINDONESIA/AM

