Jumat, Februari 21, 2025

Obsat Musik Prog Rock ‘Indonesia Maharddhika’

Kecil Besar

Tidak ada yang basi untuk membuat aransemen ulang lagu berkualitas, seperti yang pernah dilakukan Erwin Gutawa pada album Badai Pasti Berlalu yang awalnya lahir dari karya Eross Djarot dan kawan-kawan musisi Pegangsaan.

Pada tahun 2013, Kadri Mohamad bersama sahabatnya yang juga lawyer Yeni Fatmawati dan Ninot melakukannya untuk sebuah album progressive rock Indonesia, yang – Antara lain – materinya diambil dari album Guruh Gipsy (1976) yakni pada lagu ‘Indonesia Maharddhika’. 

Tanggal 19 Desember 2013 yang lalu, pre-launching album prog rock Indonesia Maharddhika digelar dalam bentuk diskusi terbuka, lesehan, Obrolan Santai Langsat ( Obsat ) di Jl. Langsat – Jakarta Selatan.  

Ditemani menu jajan pasar, nasi kucing, gorengan, juga bakso dan sate lontong, diskusi dibuka oleh Moderator Adib Hidayat dari Rolling Stone Indonesia, menghadirkan pembahas utama, Kadri Mohamad, Addie MS, Lilo KLa, Iwan Hasan, Roni Harahap dan inisiator grup Kantata Taqwa, Setyawan Djody.

Proggressive rock menurut Roni Harahap, adalah genre musik yang bisa dipahami dengan progresi chord yang njelimet, termasuk cara memainkannya. Di ‘Barat’, banyak dimainkan oleh grup art rock seperti Yes, Emerson Like and Palmer ( ELP ), Genesis.

Dan di Indonesia diadopsi oleh kelompok Gipsy, Cockpit, bahkan rekaman album Guruh Gipsy yang memadukan musik pentatonik gamelan Bali yang dikomandani Kompyang Raka, ‘dipertemukan’ dengan musik diatonik rock oleh sepasukan musisi yang – sejak awal tahun 1970-an – biasa mangkal di Jl. Pegangsaan Jakarta Pusat, yakni Keenan, Oding, Debbie Nasution, Roni HarahapGuruh Sukarno, juga ada Chrisye yang tinggal di depan rumah keluarga Nasution.

Di rumah keluarga Nasution ini, juga sering mangkal Eross Djarot (dulu Eross yang baru datang dari Jerman membawa Barong’s Band, masih memakai nama Eros Djarot, tanpa ‘2s’ ), Abadi Soesman serta musisi Bali pimpinan Kompyang Raka dan penyanyi Berlian Hutauruk, terutama waktu menyiapkan album Guruh Gipsy, dan Badai Pasti Berlalu. Kelak, melalui tulisan Bens Leo di majalah Aktuil, para musisi yang nge-gank di Pegangsaan itu, ditahbiskan sebagai musisi Gank Pegangsaan.

Addie MS menganggap, progressive rock sebagai genre musik dengan penggemar segmented, dengan progressi chord yang memasukkan unsur klasik, juga rock, dan sering dimainkan dengan durasi yang panjang.

Iwan Hasan juga memberi contoh,  pernah melakukannya untuk grup indie lamanya, Discus, dan Setyawan Djody pernah melakukan eksplorasi ke arah progressive rock melalui album dan konser akbar Kantata Taqwa, yang antara lain didukung oleh keyboadist Yockie Suryoprayogo, Iwan Fals dan musisi eksploratif  Sawung Djabo.

Tentang album Indonesia Maharddhika yang disebut sang inisiator Kadri Mohamad sebagai Indonesian Progressive Rock, sejatinya idenya telah ada sejak 2 tahun yang lalu, tatkala Kadri dan bandnya KadriJimmo, mengajak Once Mekel ex Dewa 19, merekam lagu progressive rock ‘Srikandi’ yang ditulis oleh Kadri Mohamad dengan lirik karya mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Rekaman dilakukan di Aquarius Studio atas bantuan penuh Surjoko, pemilik Aquarius Musikindo.

 “Pakai studio Aquarius, ini bantuan gue, karena gue suka sama spirit lirik dan lagunya, “ kata Surjoko alias  Ook dalam pertemuan dengan Kadri atas inisiatif Bens Leo di Hotel Dharmawangsa, hampir 2 tahun silam.

Kecuali menghadirkan vokalis Kadri dan Jimmo, ‘Srikandi’ juga  didukung vokalis bintang, Once Mekel dan Addie MS di dalam orkestrasi lagu “Srikandi” bersama Citi of Prague Philarmonic Orchestra. “Addie mau bergabung juga lantaran hubungan pertemanan!” Kadri menjelaskan.

Bingung mau ‘dibawa kemana’ lagu ‘Srikandi’, Kandri mencolek kawan-kawannya yang satu visi, meski berprofesi sebagai lawyer. Lalu, dimunculkan ‘sumbu keduanya’, yakni lagu ‘Indonesia Maharddhika’ dari album Guruh Gipsy.

Must Read

Related Articles