Lagu dan Lirik adalah Selera
Pada Seminar ‘Bahasa Lagu sebagai Media Komunikasi’ yang digelar Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta, Selasa 13 Mei 2014, 2 pembicara, Is vokalis Payung Teduh, Bens Leo dan audienans sepakat, sejatinya tak ada lirik yang buruk pada lagu-lagu Indonesia, “Yang ada adalah masalah selera, segmentasi dan genre musik. Sangat tidak tepat membandingkan lirik lagu Wali dengan D’Masiv misalnya, meski musiknya sesama pop, tapi pilihan segmennya beda, pendengar dan penontonnya juga beda, “ kata Bens Leo.
Sangat tidak tepat membuat tinjauan lirik lagu ‘Cari Jodoh’ ciptaan Apoy, jika padanannya ‘Jangan Menyerah’ karya Rian D’Masiv. Keduanya pencipta lagu band kondang. Album dengan lagu hit ‘Cari Jodoh’ menembus angka RBT 18 juta, sedang D’Masiv adalah band Indonesia yang terpilih mewakili Indonesia ambil bagian dalam Festival Musik 100 tahun Guinness Beer di Irlandia, tahun lalu. Wali dan D’Masiv sama-sama memiliki prestasi, tapi bidikan pasarnya beda.
Seorang peserta diskusi bertanya, apa yang harus kita lakukan jika di dalam angkot, kenek atau sopirnya memutar lagu dangdut yang liriknya terkesan kotor, liriknya vulgar, cerita tentang cewek yang hamil duluan?
Is, vokalis Payung Teduh menjawab, “Intinya, musik dan lirik adalah selera. Yang membedakan adalah meletakkan penulis lirik itu pada estetika dan etika. Jadi jika Anda mendengar atau melihat ada lirik yang kurang tepat diputar di depan umum, tayang di TV, atau diedarkan tanpa melewati sensor penulis liriknya atau orang yang akan memproduksinya, ada baiknya kita ikut menegur sopir untuk tidak diputar, sebab lagu macam itu tidak mengindahkan etika dan estetika.”
Bens dan Is juga berharap, industri musik bisa tumbuh dengan sempurna, bebas menulis lirik, tapi bertanggung jawab pada konsumennya. Mereka meminta media massa ikut membantu agar industri lagu anak-anak juga tumbuh kembang dengan baik ( lagi ) seperti di era Chicha Koeswoyo,, Adi Bing, atau di jaman Agnez Mo masih anak-anak…..