Bicara Tentang Budaya Etnik Indonesia

- Advertisement -

Sungguh, saya dan kawan kawan  dari XPoseIndonesia  tidak terkejut tatkala menyaksikan minimnya animo penonton Bambu Nasional Festival ke 7 – 2013 yang digelar di Jakarta Convention Center  pada 27 dan 28 Agustus 2013.

Menurut saya, tahun ini pengisi acaranya lebih seru,  lebih menjanjikan  dan  lumayan exploratif. Misalnya performance Dwiki Dharmawan dengan bintang tamu penyanyi Andien dan  Maudy Ayunda juga ada bassist belia  Barrry Likumahuwa yang memainkan bass gitar dari bambu buatan ( hand made ) Yuyus Tanuatmadja pengrajin alat musik dari bambu, asal Bandung.

Sayang, nggak ada acara talkshow tentang alat musik bikinan orang Indonesia, dari bambu Indonesia ini. Dwiki dan Barry seperti ‘dianggurin’, padahal keduanya adalah pejuang musik untuk memanjakan agar kesenian tradisional, termasuk instrumen musik dengan bahan lokal dan model unik, bisa dikenal secara luas. tak sekedar di Indonesia, tapi juga di dunia Internasional.

Dwiki Dharmawan selama ini dikenal sebagai musikus, dengan spesifikasi sebagai keboardist / pianis, juga penata musik, yang sangat interest membuat musik exploratif, misalnya buat Krakatau yang memadukan musik diantionik Barat dengan genre jazz dengan musik tradisional Sunda.

Latar belakang kesukaannya membuat explorasi musik pentatonik – diatonik itu berangkat dari masa lalu Dwiki yang menatap di rumah ortunya, yang bertetangga dengan Sekolah Tinggi Seni ( Tari Musik Sunda ) Indonesia ( STSI ) di Bandung. Beberapa kali Dwiki Dharnmawan mempersembahan jazz angklung, untuk sesi jam session-nya dengan jazzer Amerika di event Java Jazz International Festival besutan Peter Gontha.

Tentang Barry Likumahuwa,  ia adalah jazzer muda dengan pandangan jauh ke depan, terutama melalui grup rekaman dan panggungnya yang ‘berwarna’ fusion, Barry Likumahuwa Project. Jadi, sungguh sayang tatkala mereka berdua perform menarik di Bambu Nasional Festival 2013 kemarin, tak ada satu pun orang yang ‘berusaha’ menanyakan minat mereka menggarap pekerjaan memainkan musik bambu, padahal ini proyek prestisius Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ( Parekraf ), dan memasuki tahun ke 7.

SAMBA SUNDA……

Tak kalah menarik adakah penampilan Samba Sunda dan Samba Sunda Junior dalam event ini. Yang ‘junior’ banyak memakai perangkat perkusi Sunda, gendang, juga sejenis marimba. Menampilkan tari Jaipong juga ditarikan oleh gadis-gadis belia, Samba Sunda Junior juga memakai set up penggabungan alat musik tradisional Sunda dan gitar, bas gitar elektrik dan set drum, dengan 2 penyanyi perempuan berusia belasan tahun, membawakan lagu-lagu berteks bahasa Sunda dengan aransemen baru……

Samba Sunda ‘senior’ yang telah memiliki banyak album rekaman, perform menutup event Festival  Bambu Nasional Festival  2013, sayang penampilannya jelang pukul 17.00 WIB, sudah ditinggalkan banyak penonton…….

Di panggung berbeda,  tapi di sesi berikutnya, tampil juga beberapa musisi wanita dari Jepang,memainkan lagu-lagu pop dengan peralatan musik dari bambu. Musisi Jepang memang dikenal sebagai negara yang sangat menghargai kebudayaan negara lain, termasuk angklung, dan perkusi dari bambu, asal Indonesia. Padahal Jepang memiliki kelompok komtemporer Kitaro yang telah membumi di dunia……

Sesi tak kalah menarik adalah penampilan grup pemain musik bambu dan alat musik kesenian lain dari Banjarnegara, juga dilengkapi dengan tari tradisional Jawa yang telah dimodifikasi…..Sayang, penonton muda acara ini juga sudah terlanjut pulang, karena SMP dan SMA yang didatangkan Kemen Parekraf ke venue Festival Bambu ini, hanya punya waktu dan ijin nonton sampai jam 15.00 WIB saja……

KESENIAN ETNIK DAERAH LAIN

Komunitas seniman Batak, pernah menggelar acra sejenis, tapi dalam bentuk Festival Budaya Batak di Taman Ismail Marzuki. Itu sudah berlalu puluhan lalu. Pada tahun 1990-an itu, digelar segala nacam kesebian / budaya Batak, dari musik, kuliner, sastra, kerajinan tangan, olah raga tradiosional  Batak, sampai Lomba Nyanyi dan Lomba Cipta Lagu Batak.

Tidak jelas, kenapa event yang bisa menarik para wisatawan lokal maupuin LN itu, tak jelas lagi juntrungnya. Untunglah ada kelanjutannya justru digelar di ‘markasnya’, di tanah Toba. Sudah beberapa tahun terakhir ada event Pesta Seni Danau Toba, yang tahun ini dibesarkan menjadi Festival Seni Toba dengan penanggung jawab seninya etnomusikolog Rizaldi Siagian.

Festival Seni Toba ini akan melibatkan banyak musisi yang dikenal exploratif, seperti Balawan ( Bali ), Drum Festival ( perkusi Batak ), mungkin juga ada sejumlah nama seperti Viky Sianipar ( kita kenal musik eksperimennya Toba Lake, yang banyak dimainkan di markas latihannya di kawasan Jakarta Selatan ).  Saban tahun Dwiki Dharmawan juga terlibat sangat intens dengan Pesta Seni Danau Toba, yang kini menjadi Festival Seni Danau Toba. Festival Seni Toba ini akan digelar awal September di Toba, Sumatera Utara.

Sepekan lalu, saya jadi juri Festival Nyanyi dan Lomba Cipta Lagu Nias di Graha Bhakti Budaya. TIM. Menarik dicatat adalah, Panitia melakukan audiensi dengan Gubernur DKI Joko Widodo, dan Jokowi yang asli Jawa, telah memberi apresiasi tinggi pada budaya daerah lain ini, dalam bentuk penyediaan trophy utama, tambahan dana produksi acara dan discount sewa gedung Graha Bhakti Budaya.

Festival Nyanyi Lagu Nias dan Lomba Cipta Lagu Nias juga menampilkan beberapa atraksi tari dan musik, termasuk yang ‘kesenian lompat batu’ yang kondang itu……

Menarik dicatat adalah dikembalikannya lagi Kementerian Kebudayaan pada induknya, Kementerian Kebudayaan dengan memberikan fungsi besar dengan diangkatnya Wakil Menteri Kebudayaan di dalam Kementerian pendidikan dan Kebuadyaan.

Sementara itu, Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan lalu diubah fungsinya menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Seharusnya 2 Kementerian yang membidangi Seni budaya ini akan mempu memberi ruang lebih besar pada pekerja seni dan penggiat seni Indonesia, termasuk seni etnik / daerah – untuk berkembang secara sempurna.

Apalagi Parekraf, yang bersinggungan jelas dengan promosi pariwisata Indonesia, Maka, banyak Festival seni di daerah ( luar Jakarta ) yang bia dipromosikan secara maksimal lagi. Misalnya dari Riau, Sumbar, Sumsel, Sulawesi, NTT ( saya pernah diundang khusus mendampingi Wamen Parekraf menyaksikan pergelaran Orkestra Sasando di Kupang ), dan juga Festival Budaya Papua di Raja Empat yang terkenal indah itu……

Di luar catatan di atas, tahun ini masih ada beberapa Festival musik Internasional yang menarik, antara lain Festival Musik Etnik Internasional di Bali berbarengan dengan penyelenggaraan APEX di Nusa Dua Bali, Oktober dan akan dilanjutkan dengan pergelaran Musik Indie Indonesian Music Expo yang dikomandani oleh Franki Raden, juga akan digelar di Nusa Dua Bali.

Belum ada kabar lanjutan, apakah Musik Etnik yang diorganisir oleh Kemendikbud itu akan disatujkan dengan IMEX ke 3 yang saban tahun digelar Frankli Raden. Semoga tetap ada kebersamaan dan kesinambungan, buat kekuatan Musik Nusantara Indonesia….. XPOSEINDOENSIA Bens Leo. Foto : DOK-XPOSEINDONESIA

- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -

Related news

- Advertisement -