
Jiwa Jawa Resort Amphitheater kembali menjadi saksi keindahan kolaborasi musik dan budaya dalam malam kedua perhelatan BRI Jazz Gunung Series 2 – Bromo 2025. Suasana magis di tengah udara pegunungan Tengger yang menusuk dingin justru menghangatkan semangat ribuan penonton yang memadati venue demi menyaksikan salah satu penampil paling ditunggu: Tohpati Ethnomission.
Dipimpin oleh maestro gitar jazz Indonesia, Tohpati Ario Hutomo yang biasa disapa Bontot, grup progresif-etnik ini sukses menghadirkan pertunjukan yang tak hanya musikal, tetapi juga sarat makna kultural dan spiritual. Mereka naik panggung tepat pukul 19.10 WIB usai jeda istirahat, membuka penampilan dengan nomor penuh energi yang langsung membangkitkan nuansa mistis, dipadukan dengan jazz modern yang segar.
Tohpati malam itu tampil bersama formasi solid, yang terdiri dari Indro Hardjodikoro (bass), Diki Suwarjiki (suling), Endang Ramdan pada kendang Sunda, serta Demas Narawangsa (drum dan perkusi). Kelima musisi ini membawakan rangkaian komposisi orisinal seperti “Barong”, “Srikandi”, “Penjor”, hingga “Reog” yang menjadi salah satu momen paling menggetarkan malam itu.
Lagu “Reog” diciptakan Tohpati sebagai bentuk respon terhadap isu klaim budaya Reog oleh negara lain.
“Waktu itu budaya Reog kita sedang ramai dan ada yang ingin klaim. Saya nggak ingin itu terjadi, makanya saya buat judul ‘Reog’ ini,” ujar Tohpati dari atas panggung, disambut tepuk tangan panjang dari penonton. Komposisi tersebut dimainkan dengan dinamika emosional: dari nada-nada lirih yang kontemplatif hingga hentakan perkusi yang penuh daya, seolah menyuarakan keberanian dan kebanggaan atas budaya sendiri.
Komposisi lainnya seperti “Penjor”, yang terinspirasi dari budaya Bali, juga menyihir penonton dalam suasana syahdu dan reflektif. Teknik permainan gitar Tohpati yang dikenal cepat dan kompleks, terasa hangat karena dijiwai oleh rasa dan emosi yang dalam.
Improvisasi demi improvisasi mengalir natural, dan dialog musikal antar-personel berlangsung tanpa kata—hanya lewat nada dan ritme. Interaksi mereka terasa hidup dan organik, menghadirkan momen-momen intim yang menyentuh penonton.
Atmosfer panggung makin menguat seiring penonton larut dalam tiap lagu. Tepuk tangan dan sorakan tak henti menyambut tiap solo instrumen. Dan ketika lagu terakhir dimainkan, standing ovation pun menggema dari segenap penjuru amphitheater—sebuah bentuk apresiasi tulus atas penampilan yang menggugah dan menginspirasi.
Selain Tohpati Ethnomission, panggung BRI Jazz Gunung Series 2 juga diramaikan oleh penampil lintas genre yang memperkaya dinamika festival. Mulai dari konser puitis Monita Tahalea, aksi kreatif dan eksploratif dari Bintang Indrianto Trio, kolaborasi muda berbakat antara Natasya Elvira feat. Bromo Jazz Camp, hingga penampilan tak biasa dari Lorjhu, band eksperimental asal Madura. Warna internasional turut dihadirkan lewat Rouge, band asal Prancis, sementara Sal Priadi menjadi penutup manis dengan performa yang memukau. XPOSEINDONESIA/IHSAN