Membangun sebuah band, menjaganya terus exist di zaman kini, jelas tidak mudah. Dan pasti juga tidak murah. Terlebih tancermat, plus bantuan dana cukup dalam mengatur siasat memasuki industrI rekaman, jelas akan membuat tampilan band malah bisa jadi kedodoran.
Tengok saja perjalanan band The KadriJimmo beranggotakan Kadri Mohamad dan Jimmo (vokal dan komposer), Iyoen Hayunaji (drum), Noldy (gitar), Broto (bass), dan Reynold Silalahi (piano). Dalam dua tahun terakhir, mereka berjuang sangat serius, untuk bertahan dan dicatat dalam peta musik pop Indonesia.
Jalan yang ditempuh, tentu tetap berkarya tepat dan disesuaikan dengan kondisi. “Di jaman kini, single lebih laku dijaja di toko digital, ketimbang album. Meski materi kami siap untuk merilis full album, kami memilih mengedarkan single dan memanfaatkan promosi via social media dan penayangan video klip lewat Youtube,” kata Kadri Mohamad, usai merilis “Seandainya Bisa Terbang”, pada 14 Februari 2018. Lagu itu merupakan remake dari karya Yovie Widianto yang termuat di album Kahitna, ‘Cerita Cinta’ (1993), dan video klipnya dibuat di Tokyo, Jepang.
Pilihan merilis single dengan mengangkat lagu yang pernah popular, terhitung tepat terlebih jika ingin cepat menggapai hits. Meski jika dihitung secara cost production, pilihan ini juga tidak bisa dibilang murah.
“Saya tidak ingin menyebut angka, kalau saya sebut nanti ada yang bilang buang-buang uang. Namun kalau kita lihat hasilnya, viewer dan engagements yang kita dapat cukup lumayan dari lagu itu,” kata Kadri
The KadriJimmo tidak keliru melakukan ‘investasi’ pada lagu “Seandainya Aku Bisa Terbang’. Apalagi, lagu ini bisa dibawakan berbeda dengan versi aslinya yang disuarakan secara trio oleh Kahitna. Pada The KadriJimmo dengan pola duet, dan pembagian suara oktaf tinggi dan rendah terdengar unik juga seksi. Ini membuat musik garapan Rendy Pandugo, jadi hits dan laris digunakan untuk theme song sejumlah film televisi.