
Band atmosferik asal Jakarta, Shadowbourne, muncul sebagai suara baru yang kuat dan penuh jiwa di lanskap musik alternatif Indonesia. Mengusung semangat kelahiran kembali dari luka terdalam, trio ini menghadirkan kombinasi distorsi gitar yang mendalam, orkestrasi megah, serta lirik reflektif yang menyentuh ranah emosional paling gelap dan jujur.
Terbentuk dari latar belakang personal yang penuh perjuangan, Shadowbourne terdiri dari Pasha Chrisye (vokal, penulis lagu, aransemen orkestra), Reiner Ramanda (gitar, synthesizer), dan Axel Andaviar (drum).
Nama “Shadowbourne”—yang berarti lahir dari bayangan—adalah metafora akan transformasi jiwa dari keterpurukan menuju pencerahan. Musik mereka adalah panggilan bagi mereka yang pernah tersesat dalam kegelapan, namun tak ingin menyerah.
Pada tahun 2025, Shadowbourne merilis EP debut mereka bertajuk “Palingenesis”, yang berarti “kelahiran kembali”.
EP ini berisi empat lagu atmosferik yang menyentuh tema perjuangan, kehilangan, dan penyembuhan. Dengan gaya musik yang memadukan post-rock, alternative metal, ambient, dan neoklasik, mereka menciptakan lanskap sonik yang sinematik dan menggugah.
“Palingenesis bukan hanya tentang musik. Ini tentang kelahiran kembali setelah mati secara emosional. Tentang perjalanan dari kehancuran menuju kekuatan yang utuh,” ujar Pasha Chrisye, sang vokalis.
Tentang Lagu-Lagu dalam EP Palingenesis
1. Perjuangan
Sebagai single utama, lagu ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi Pasha sebagai penyintas depresi. Melodi yang melambung dan lirik yang tajam menghadirkan kisah tentang bangkit dari keterpurukan, berdamai dengan masa lalu, dan berani menatap masa depan.
“Luka bukan akhir dari segalanya, tapi awal dari pencerahan,” kata Pasha.
2. Dark Night of the Soul
Awalnya berjudul Death Note, lagu ini merekam masa tergelap dalam hidup sang vokalis. Kini, ia melihatnya sebagai fase spiritual: proses runtuhnya ego dan bangkitnya kesadaran sejati.
“Saya bermimpi lagu ini bisa menemani siapa pun yang sedang berada di jurang gelap yang tak bernama,” ujar Pasha.
3. Bayanganmu
Lagu ini melukiskan keheningan rindu dalam cinta yang tak bisa dimiliki. Atmosfer yang hening namun intens menjadi kanvas bagi perasaan kehilangan dan keterikatan yang belum selesai.
4. Deru Belenggu
Sebagai kelanjutan dari “Bayanganmu”, lagu ini adalah luapan batin dari cinta yang menyakitkan dan tak terlepaskan.
“Dua lagu, satu luka. Dua bahasa, satu jiwa. Dan satu cinta yang tak pernah benar-benar pergi,” ungkap Pasha.
Dengan Palingenesis, Shadowbourne menegaskan bahwa musik bisa menjadi tempat pulang bagi jiwa yang sedang dalam perjalanan penyembuhan. EP ini adalah suara-suara dari luka yang tak disembunyikan, namun diubah menjadi kekuatan. Sebuah undangan untuk berani menghadapi bayangan, dan lahir kembali darinya.XPOSEINDONESIA -Foto : Dokumentasi Shadowbourne